Jumat, 19 April 24

Kantor PDI Saksi Bisu Kebengisan Rezim Orde Baru

Kantor PDI Saksi Bisu Kebengisan Rezim Orde Baru
* Penyerbuan kantor DPP PDI di Jl. Diponegoro 58 Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996.

Jakarta, Obsessionnews – Poster bergambar mantan Presiden Soeharto yang tersenyum dan tulisan ‘Piye kabare? Enak jamanku to?’ mudah ditemui di berbagai daerah. Poster ini jelas mengejek kondisi sekarang. Benarkah zaman Soeharto enak seperti yang tertulis di poster tersebut? (Baca: Waspadai Kebangkitan Soehartoisme)

Jawabnya tentu saja tidak enak. Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun memerintah dengan tangan besi. Jenderal Besar ini tidak mau disaingi oleh siapapun. Dia cepat melibas orang-orang yang berpotensi menggoyang kursi kekuasaannya.

Di pentas politik penguasa Orde Baru ini dengan berbagai cara memenangkan Golkar pemilu. Dalam enam kali pemilu di era Orde Baru, yakni Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997, Golkar selalu tampil sebagai juara. Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) menduduki peringkat kedua dan ketiga.

Soeharto, yang juga Ketua Dewan Pembina Golkar, memang berkepentingan memenangkan partai beringin untuk melanggengkan kekuasaannya. Dia tak mau PPP dan PDI menjadi besar. Oleh karena itu Soeharto selalu mengobrak-abrik PDI dan PPP.

Salah seorang politikus yang dinilai berpotensi mengancam kekuasaan Soeharto adalah Megawati Soekarnoputeri. Popularitas puteri Presiden pertama Indonesia Ir. Sukarno melejit ketika dua kali terpilih menjadi anggota DPR dari PDI pada Pemilu 1987 dan Pemilu 1993.

Megawati Soekarnoputeri
Megawati Soekarnoputeri

Nama Megawati kian populer ketika terpilih menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI periode 1993-1998 dalam Kongres PDI di Surabaya, Jawa Timur, tahun 1993. Ia menggantikan Soerjadi.

Terpilihnya Megawati sebagai bos PDI tersebut membuat Soeharto murka. Soeharto khawatir PDI di bawah kepemimpinan Megawati akan menjadi besar, dan mengancam keberadaan Golkar. Soeharto menyadari Megawati tidak bisa disetir. Untuk itu berbagai cara dilakukan menggulingkan Megawati. Pemerintah menciptakan konflik di internal PDI, mengadu domba kubu Megawati dengan kubu Soerjadi. Pemerintah tak mengakui kepemimpinan Megawati dan mengizinkan digelarnya Kongres PDI tandingan di Medan, Sumatera Utara, 22-22 Juni 1996 yang diadakan kubu Soerjadi. Dalam Kongres PDI di Medan yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memet tersebut, Soerjadi terpilih menjadi Ketua Umum.

Pemerintah merestui PDI dipimpin Soerjadi, dan mencoret semua daftar calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 1997 versi Megawati. Yang diakui pemerintah hanya daftar caleg versi Soerjadi.

Manuver rezim Soeharto itu membuat para kader dan simpatisan PDI Megawati marah. Mereka menduduki kantor DPP PDI di Jl. Diponegoro No. 58 Menteng, Jakarta Pusat. Mereka membuat panggung demokrasi dan berorasi menghujat pemerintah.

Tanggal 27 Juli 1996 kantor DPP PDI diserbu orang-orang tak dikenal dengan senjata tajam dan senjata api. Anehnya, aparat keamanan yang berada di lokasi itu membiarkan saja penyerangan tersebut. Para kader dan simpatisan PDI melakukan perlawanan dengan tangan kayu dan senjata tajam. Namun, mereka kalah. Banyak di antara mereka yang terluka berat. Akhirnya para pendukung Megawati berhasil diusir dari gedung itu dan Megawati dilarang berkantor di tempat tersebut.

Kantor PDI yang sebagian hancur itu menjadi saksi bisu kebengisan rezim Orde Baru.

Pada Pemilu 1997 Golkar kembali menjadi pemenang dengan memperoleh 325 kursi di DPR, sedangkan pada Pemilu 1992 mendapat 282 kursi. Sedangkan PPP mendapat limpahan suara dari pendukung Megawati. Dalam Pemilu 1997 PPP mendapat 89 kursi, sedangkan pada Pemilu 1992 memperoleh 62 kursi. Yang ironis adalah PDI. Dalam Pemilu 1997 PDI hanya memperoleh 11 kursi, sedangkan pada Pemilu 1992 mendapat 56 kursi.

Setelah jatuhnya Soeharto pada 21 Mei 1998, Megawati mendeklarasikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan ia menjadi ketua umumnya hingga kini. PDI-P berkantor di Jl. Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Di kantor inilah Megawati berhasil mengantarkan PDI-P memenangkan Pemilu 1999 yang merupakan pemilu pertama di era reformasi. Dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden, sedangkan yang menjadi Presiden adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Selanjutnya naik kelas menjadi Presiden pada tahun 2001, menggantikan Gus Dur yang diberhentikan oleh MPR. (Baca: Kongres April 2015 Sahkan Megawati Ketum PDI-P Lagi)

Pada Pemilu 2004 perolehan suara PDI-P merosot dan harus puas duduk di peringkat kedua setelah Golkar. Perolehan suara PDI-P kembali melorot pada Pemilu 2009. PDI-P berada di urutan ketiga setelah Partai Demokrat dan Golkar.

Pada Pemilu 2014 barulah PDI-P bangkit kembali dan menjadi pemenang. Selain itu juga sukses mengantarkan seorang kadernya, Joko Widodo (Jokowi), menjadi Presiden periode 2014-2019.

Kantor DPP PDI-P yang baru yang direnovasi dengan biaya Rp 42,6 miliar
Kantor DPP PDI-P yang baru yang direnovasi dengan biaya Rp 42,6 miliar

Senin (1/6/2015) bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila, Megawati meresmikan kantor baru DPP PDI-P di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, Senin. Megawati menandatangani prasasti di depan kantor baru PDIP tersebut. “Satu Juni 2015 ini dengan mengucapkan bismillah maka kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan yang dari dulu telah kita miliki dan telah dibangun kembali, dengan ini resmi dibuka,” kata Megawati yang disambut tepuk tangan meriah para kader PDI-P.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan rencana pembangunan kembali gedung lama PDIP tersebut telah digalang sejak 10 tahun lalu. Gedung berdinding putih dengan pilar-pilar merah darah itu yang direnovasi dengan biaya Rp 42,6 miliar itu akan menggantikan kantor lama PDIP yang beralamat di Lenteng Agung, tepi selatan Jakarta.

“Seluruh kegiatan operasional akan diorganisasikan di sini mulai 17 Juni, sementara kantor di Lenteng Agung akan dijadikan pusat pelatihan kader serta organisasi sayap partai,” tuturnya. (Arif RH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.