Semarang, Obsessionnews – Matahari mulai tertutup awan kelabu. Di bawah naungan pagoda, satu dua orang terlihat khusyuk beribadah, mengacuhkan berisiknya kemacetan. Rintik hujan yang kian mendera tak digubrisnya. Seakan-akan mereka datang hanya untuk menghadap Sang Budha.
Bukan tanpa alasan mereka berlaku demikian. Para peziarah disuguhi kenyamanan tiada tara. Pohon beringin besar meredam kebisingan suara kendaraan. Belum lagi komplek yang luas, membuat pengunjung betah berlama-lama.
Inilah Vihara Buddhagaya, atau lebih dikenal dengan nama Vihara Watu Gong di Semarang, Jawa Tengah. Dinamakan seperti itu karena di depan pintu masuk vihara terdapat batu berbentuk gong. Menurut cerita, watu (batu) gong ditemukan oleh pekerja proyek pelebaran jalan Semarang-Solo di depan vihara. Batu granit alam itu akhirnya ditempatkan di bawah pohon beringin. Tak pelak daerah tempat penemuan dinamakan Watu Gong. Begitu pula vihara ikut menanggung sebutan tersebut.
Vihara Buddhagaya didirikan 19 Oktober 1955 silam oleh Bikkhu Ashin. Sesudah perayaan Waisak yang dipimpinnya di Candi Borobudur, kepiawaian dan kepribadian Bikkhu Ashin menarik Goei Thwan Ling yang kemudian mempersembahkan tanah miliknya untuk pengembangan agama Budha.
Sesudah mengalami pasang-surut organisasi dan pembinaan sejak 2000, Vihara Buddhagaya berkembang menjadi Buddhist Centre. Bangunan pusat bernama Dhammasala, berfungsi sebagai ruang bakti dan meditasi, kemegahannya tak terbantahkan. Di dalamnya terdapat stupa model Sanchi, India. Di sekeliling stupa terdiri dari istana kecil berjumlah 20, dengan 8 hiasan singa dan gajah melambangkan kebijaksanaan.
Vihara Watu Gong juga dilengkapi dengan perpustakaan. Berbagai buku mengenai kegiatan kaum Budha terekam apik. Di belakang perpustakaan terdapat lima buah pondok kayu. Rintik air bergulir di atas atap membuat syahdu ruang istirahat para bikhu. Tidak hanya sebagai tempat istirahat, pengunjung juga dapat bermeditasi di pondok dengan menghubungi penjaga terlebih dahulu.
Nyan, penjaga vihara, menuturkan tiap kali peziarah datang dan terlalu malam pulang, mereka biasanya menginap di pondok-pondok kayu itu. “Biasanya banyak yang ingin meditasi, dan dibimbing oleh bikhu di sini,” ujar Nyan kepada obsessionnews.com beberapa waktu lalu.
Melewati area pondok suasana magis sekaligus tenang begitu terasa. Agak menjorok, di belakang dibangun sebuah patung Budha berposisi mudra. Di sisi kiri menjulang sebuah pohon bodhi tempat Budha menerima pencerahan. Pohon bodhi ini dibawa langsung oleh biksu Naradha dari Sri Lanka pada 1955. Di Indonesia hanya dua vihara yang diberi bibit pohon ini. Terdengar spesial, tapi itu semua wajar mengingat Vihara Watu Gong adalah vihara pertama yang didirikan setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Peziarah selalu menyempatkan diri untuk berdoa serambi membawa dupa.
Rencananya, di sebelah patung akan dibangun monumen patung Budha dari perunggu dengan tinggi 36 meter. “Peletakan batu pertama dilakukan pada 3 November 2002 oleh Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar. Tinggal menunggu dana umat untuk pembangunan,” ujar pria yang telah tiga tahun berkecimpung di vihara tersebut.
Di atas patung Budha mudra tampak sebuah pagoda raksasa. Dengan tujuh tingkat dan tinggi 45 meter, pagoda Avalokitesvara memerlukan 10 bulan pembangunan. Terang saja, sebagian besar bagian pagoda asli dari Tiongkok. Relief tangga batu berupa naga langsung menyapa di depan. Sebagai pagoda yang tercatat di rekor Meseum Rekor Indonesia (MURI) sebagai vihara tertinggi di Indonesia, vihara ini mengingatkan pengunjung pada serial film-film China.
Menaiki tangga pagoda sangatlah menarik. Di bagian bawah, terpajang kolam ikan yang mengelilingi bangunan. Stupa sang Buddha ditempatkan di puncak pagoda. Sementara di tingkat kedua sampai keenam terdapat patung Dewi Kwam Im menghadap ke empat penjuru mata angin.
Belum lagi suara rindang yang menyejukkan perasaan. Di sana sini tumbuh berbagai macam tanaman perdu. Jemaat bisa melihat ukiran layaknya Candi Borobudur di sekeliling area.
Akses menuju tempat ini terbilang mudah. Sepuluh menit berkendara setelah keluar dari jalan tol, belok kiri menuju ke arah Yogyakarta atau Solo. Vihara Buddhagaya beradai di sisi kiri Jalan Raya Pudak Payung. (Yusuf IH)