Jumat, 20 September 24

Sisi Lain dari Kelemahan Hak Interpelasi

Sisi Lain dari Kelemahan Hak Interpelasi

Jakarta – Salah satu pasal yang direvisi dalam Undang-Undang ‎MPR, DPR, DPD dan DPRD ( UU MD3) adalah pasal 78 dan 98 yang mengatur mengenai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Beberapa ayat dalam pasal tersebut kemungkinan akan dihapus karena sudah ada di pasal lain.

‎Mengenai hak interpelasi, kubu Koalisi Indonesia Hebat dan kubu Koalisi Merah Putih sudah sepakat bahwa kewenangan itu saat ini diserahkan kepada semua anggota dewan, bukan lagi diserahkan pada tingkat komisi seperti sebelumnya. Namun, munculnya hak interpelasi dianggap banyak memiliki kelemahan.

Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengatakan, ‎hak interpelasi hanya akan menimbulkan kekacauan politik di DPR. Pasalnya, semua anggota bisa diributkan dengan banyaknya pendapat untuk menyikapi kebijakan pemerintah, padahal belum tentu pendapat itu baik dan juga rasional.

Menurut Refly, lebih baik hak interpelasi dikembalikan ke komisi dan hanya bisa dilakukan melalui sidang paripurna. Hal itu demi menjaga stabilitas politik di DPR sebagai mitra kerja pemerintah. “Lebih baik diserahkan di sidang paripurna untuk menjaga stabilitas politik, karena cenderung akan banyak keributan,” ujarnya Rabu (19/11/2014).

‎Lebih baik kata Refly, DPR hanya mengunakan hak jawab saja dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Ia khawatir kesepakatan yang sudah dibangun antara kedua kubu di DPR tidak akan berjalan lama jika hak interpelasi itu kemudian akan direvisi. Bisa jadi kata Refly, DPR menjadi tidak produktif lagi.

‎Munculnya hak interpelasi pertama kali diwacanakan oleh kubu Koalisi Merah Putih. Sikap itu semakin menguat untuk merespon kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 2000 per liternya.

Semua fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih telah sepakat menolak kebijakan tersebut. Alasanya, karena harga minya dunia sedang turun, kemudian menaikan BBM juga dianggap akan mempengaruhi inflasi, dan memperburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia ‎khususnya bagi masyarakat kecil.

Selain itu, DPR juga menyangkan sikap pemerintah yang tidak mau menjelaskan lebih dulu kepada DPR mengenai alasan menaikan BBM. ‎Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas)‎ justru menganggap pemerintah telah melanggar Undang-Undang APBN yakni pasal 7 ayat 1 Tahun 2014.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa pemerintah bisa menaikkan harga BBM ketika harga asumsi minyak dunia sebesar US$ 105 dolar meningkat 15 persen. Untuk itu, Fraksi Demokrat di DPR melalui pernyataan Ibas mengatakan menolak kenaikan BBM. Ia mengajak fraksi partai kubu koalisi Prabowo menggunakan hak interpelasi soal kenaikan harga bahan bakar minyak.

“Pimpinan DPR akan memanggil pemerintah kalau ada usulan anggota memakai hak bertanya pada pemerintah,” jelasnya. (Abn)

 

Related posts