Jakarta, Obsessionnews – Kepala Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno (PKEP UBK) Jakarta, Salamuddin Daeng, menilai pengelolaan migas di Indonesai belum ada perubahan secara mendasar, karena masih menggunakan rezim lama.
Munculnya naskah akademik UU Migas yang diajukan Kementerian ESDM ke DPR tidak menjawab masalah membengkaknya cost recovery migas di saat yang sama produksi migas merosot.
“Tidak tampak ada perubahan yang mendasar dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, di mana migas dibuka selebar-lebarnya untuk investasi asing. Kontrol negara atas migas semakin diperlemah dan Pertamina sebagai perpanjangan tangan negara semakin dikerdilkan,” ungkapnya dalam diskusi bertema “Blok Masela-Cost Covery : Ke Mana Arah Perubahan Undang-Undang Migas” di Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Daeng juga menyebutkan dari naskah yang diajukan, pemerintah membentuk 4 BUMN Migas. Diantaranya SKK Migas diubah menjadi BUMN khusus, BPH migas diubah menjadi BUMN hilir yang menangani ketahanan energi, BUMN hilir yang mengelola dan mendistribusikan gas dan BUMN yang mengelola dan mendistribusikan minyak. Ditambah PGN yang akan bertransforamsi menjadi BUMN mengelola kegiatan hilir gas.
Ia menambahkandi sektor migas i terdapat 6 BUMN. Pertama, BUMN khusus ditransformasikan dari SKK Migas. Kedua, BUMN ketahanan migas yang ditransformasikan dari BPH Migas. Ketiga, BUMN hilir minyak. Keempat, BUMN hilir gas. Kelima, PT Pertamina yang menjalankan kegiatan hulu dan hilir migas. Dan keenam, Perusahaan Gas Negara (PGN) menjalankan hilir gas.
“Banyaknya pembentukan beberapa BUMN migas semacam itu akan semakin mengacaukan sistem pengelolaan migas nasional. Perusahaan-perusahaan migas dalam negeri akan saling bersaing satu sama lain,” tuturnya.
Menurut Daeng, banyaknya BUMN itu dapat membebani negara dan masyarakat dengan mengeluarkan dan Penyertaan Modal Negara (PMN). “Pemerintah seharusnya mempersatukan semua BUMN migas yang ada untuk memperkuat pembiayaan agar dapat menandingi perusahaan nasional,” harapnya.
Bukan hanya itu, pembuatan berbagai BUMN telah dicurigai sebagai sarana bagi-bagi kekuasaan di antara elite penguasa saat ini. Hal membahayakan juga dari pembentukan BUMN berbagai lini produksi migas dianggap sebagai strategi memecah industri sehingga memperlemah ketahanan migas nasional.
“Strategi ini secara langsung akan semakin membuat PT Pertamina semakin lemah, karena kehilangan pasar dan mungkin aset diambil alih oleh BUMN yang belum jelas manfaatnya,” pungkasnya. (Asma)