Sabtu, 20 April 24

Pendiri HMI Itu Akhirnya Jadi Pahlawan Nasional

Pendiri HMI Itu Akhirnya Jadi Pahlawan Nasional

Oleh: Chazali H. Situmorang, Alumni HMI Cabang Medan

 

Siang menjelang sore sekitar pukul 15 hari ini Jumat 3 November 2017, telepon saya berdering dari seseorang sahabat saya yang saat ini sedang menjabat di pemerintahan, memberitahukan dengan suka cita bahwa Pak Lafran Pane sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai Pahlawan Nasional.

Saya tidak percaya begitu saja, dan meng-cross check informasi tersebut kepada senior saya alumni HMI yang mengikuti terus proses pengusulan sebagai Pahlawan Nasional sampai masuk ke meja Presiden. Info benar, karena pengurus MN KAHMI dan sebagian  Pengurus Daerah KAHMI jam 14.00 WIB baru saja diterima Presiden Jokowi di Istana Negara. Dan Presiden menyampaikan persetujuannya untuk pemberian gelar Pahlawan pada Prof Lafran Pane bersama beberapa yang lain.

Perjalanan panjang yang melelahkan dan berliku telah ditempuh oleh Tim Panitia yang ditunjuk oleh MN KAHMI dan dipimpin oleh Bang Akbar Tanjung. Dimulai diusulkan tahun lalu tetapi masih belum berhasil. Bayangkan ada sebanyak 27 kali seminar dilaksanakan di 27 perguruan tinggi di hampir seluruh wilayah Republik Indonesia. Sebagai bentuk kecintaan dan semangat yang luar biasa dari para anggota HMI dan Alumni HMI untuk menjadikan tokoh pendiri HMI yang sangat dihormati dan sebagai  panutan  Profesor H.Lafran Pane untuk mendapatkan kehormatan tertinggi dari Negara Republik Indonesia yaitu sebagai Pahlawan Nasional.

Kita memberikan apresiasi kepada Bang Akbar Tanjung, yang mendorong dan menghadiri langsung seminar di 27 perguruan tinggi, dan bahkan sebagian rektor memberikan statemen yang menyatakan bahwa Prof Lafran Pane layak dan pantas untuk menyandang gelar Pahlawan Nasional. Dalam usia Bang Akbar  yang tidak muda lagi, memberikan pembelajaran kepada kami yang relatif lebih muda tetapi tidak dapat mengikuti langkah dan gerakan Bang Akbar yang begitu sangat mobil. Semoga Bang Akbar Tanjung diberikan kesehatan dan kekuatan dalam menjaga moral dan kepedulain Alumni HMI lainnya dalam menghantar masa depan adik-adik kader HMI.

Sosok Lafran Pane sangat sederhana sekali. Itu bukan pencitraan tetapi seperti itulah adanya. Saya termasuk yang beruntung karena sempat beberapa kali menemani Prof. Lafran Pane di Medan dalam berbagai kegiatan HMI 35  tahun yang lalu. Saya ingat betul Pak Lafran Pane meminta saya mengantarkannya ketemu Rektor USU ( Prof.AP. Parlindungan). Dan saya mengantarnya bukan dengan mobil,  tetapi naik Vespa Super saya yang sudah butut. Dan beliau santai  saja dan enjoy naik vespa butut tersebut. Bagi saya itu kenangan yang manis yang masih terbayang sampai saat ini. Suatu bentuk kesederhanaan yang tulus. Padahal waktu itu sudah banyak alumni HMI di Medan yang sudah kaya dan bermobil.

Sepintas  tentang  Prof. Lafran Pane. Beliau  lahir di kampung Pagurabaan, Kecamatan Sipirok, yang terletak di kaki gunung Sibual-Buali, 38 kilometer kearah utara dari Padang Sidempuan, Ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan. Pak Lafran Pane  merupakan tokoh prakarsa dan pendiri organisasi  HMI. Sebagaimana ditetapkan pada Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor.

Menurut berbagai informasi, sebenarnya Prof.Lafran Pane lahir di Padangsidempuan 5 Februari 1922. Untuk menghindari berbagai macam tafsiran, karena bertepatan dengan berdirinya HMI Lafran Pane mengubah tanggal lahirnya menjadi 12 April 1923.

Sebelum tamat dari STI Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada bulan April 1948. Setelah Universitas Gajah Mada (UGM) dinegerikan tanggal 19 desember 1949, dan AIP dimasukkan dalam fakultas Hukum, ekonomi, sosial politik (HESP).

Dalam sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Lafran termasuk dalam mahasiswa-mahasiswa yang pertama mencapai gelar sarjana, yaitu tanggal 26 januari 1953. Dengan sendirinya Drs. Lafran pane menjadi  sarjana ilmu politik yang pertama di Indonesia. Mengenai Lafran Pane, Sujoko Prasodjo dalam sebuah artikelnya di majalah Media nomor : 7 Thn. III. Rajab 1376 H/ Februari 1957, menuliskan :

….Sesungguhnya, tahun-tahun permulaan riwayat HMI adalah hampir identik dengan sebagian kehidupan Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang punya andil terbanyak pada mula kelahiran HMI, kalau tidak boleh kita katakan sebagai tokoh pendiri utamanya”.

Semasa di STI inilah Lafran Pane mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (hari rabu pon, 14 Rabiul Awal 1366 H /5 Februari 1947 pukul 16.00). HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berlabelkan “islam” pertama di Indonesia dengan dua tujuan dasar. Pertama, Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dua tujuan inilah yang kelak menjadi pondasi dasar gerakan HMI sebagai organisasi maupun individu-individu yang pernah dikader di HMI. Inilah yang menjadi filosofi berfikir semua kader HMI diseluruh dunia, yaitu KeIndonesiaan dan KeIslaman.

Jika dinilai dari perspektif hari ini, pandangan nasionalistik rumusan tujuan tersebut barangkali tidak tampak luar biasa. Namun jika dinilai dari standar tujuan organisasi-organisasi Islam pada masa itu, tujuan nasionalistik HMI itu memberikan sebuah pengakuan bahwa Islam dan Keindonesiaan tidaklah berlawanan, tetapi berjalin berkelindan. Dengan kata lain Islam harus mampu beradaptasi dengan Indonesia, bukan sebaliknya.

Dalam rangka mensosialisasikan gagasan keislaman-keindonesiaanya. Pada Kongres Muslimin Indonesia (KMI) 20-25 Desember 1949 di Jogjakarta yang dihadiri oleh 185 organisasi alim ulama dan Intelegensia seluruh Indonesia, Lafran Pane menulis sebuah artikel dalam pedoman lengkap kongres KMI (Yogyakarta, Panitia Pusat KMI Bagian Penerangan, 1949, hal 56). Artikel tersebut berjudul “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia”.

 

Dalam tulisan tersebut Lafran membagi masyarakat islam menjadi 4 kelompok. Pertama, golongan awam , yaitu mereka yang mengamalkan ajaran islam itu sebagai kewajiban yang diadatkan seperti upacara kawin, mati dan selamatan. Kedua, golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang ingin agama Islam dipraktikkan sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Ketiga, golongan alim ulama dan pengikutnya yang terpengaruh oleh mistik. Pengaruh mistik ini menyebabkan mereka berpandangan bahwa hidup hanyalah untuk akhirat saja. Mereka tidak begitu memikirkan lagi kehidupan dunia (ekonomi, politik, pendidikan). Sedangkan golongan Keempat adalah golongan kecil yang mecoba menyesuaikan diri dengan kemauan zaman, selaras dengan wujud dan hakikat agama Islam. Mereka berusaha, supaya agama itu benar-benar dapat dipraktekan dalam masyarakat Indonesia sekarang ini.

Lafran sendiri meyakini bahwa agama islam dapat memenuhi keperluan-keperluan manusia pada segala waktu dan tempat, artinya dapat menselaraskan diri dengan keadaan dan keperluan masyarakat dimanapun juga. Adanya bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda masyarakatnya, yang terganting pada faktor alam, kebiasaan, dan lain-lain. Maka kebudayaan islam dapat diselaraskan dengan masyarakat masing-masing.

Sebagai muslim dan warga Negara Republik Indonesia, Lafran juga menunjukan semangat nasionalismenya. Dalam kesempatan lain, pada pidato pengukuhan Lafran Pane sebagai Guru Besar dalam mata pelajaran Ilmu Tata Negara pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), kamis 16 Juli 1970, Lafran menyebutkan bahwa Pancasila merupakan hal yang tidak bisa berubah. Pancasila harus dipertahankan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun ia juga tidak menolak beragam pandangan tentang Pancasila, Lafran mengatakan dalam pidatonya:

….Saya termasuk orang yang tidak setuju kalau Pemerintah atau MPR mengadakan interprestasi yang tegar mengenai pancasila ini, karena dengan demikian terikatlah pancasila dengan waktu. Biarkan saja setiap golongan mempunyai interpretasi sendiri-sendiri mengenai pancasila ini. Dan interpretasi golongan tersebut mungkin akan berbeda-beda sesuai dengan perkembangan zaman. Adanya interpretasi yang berbeda-beda menunjukan kemampuan pancasila ini untuk selama-lamanya sebagai dasar (filsafat) Negara “. (hal.6)

Dari tulisan diatas nampak Lafran sangat terbuka terhadap beragam interpretasi terhadap pancasila, termasuk pada Islam. Islam bertumpu pada ajarannya memiliki semangat dan wawasan modern, baik dalam politik, ekonomi, hukum, demokrasi, moral, etika, sosial maupun egalitarianisme. Egalitarianisme ini adalah faktor yang paling fundamental dalam Islam, semua manusia sama tanpa membedakan warna kulit, ras, status sosial-ekonomi. Wajah islam yang seperti ini selazimnya dapat dibingkai dalam wadah keindonesiaan. Wawasan keislaman dalam wadah keindonesiaan akan sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat. Untuk kepentingan manusia kontemporer diseluruh jagat raya ini sebagai rahmatan lil alamin.

Setiap 25 Januari HMI  akan mengenang satu orang: Prof. Drs. H. Lafran Pane. Dia pemrakarsa berdirinya HMI, organisasi yang banyak melahirkan sumber daya manusia (SDM) terbaik di negeri ini, juga punya andil besar terhadap lahirnya proklamasi. Pada 25 Januari 1991, beliau meninggal dunia. Singkat kata, Lafran Pane Layak dijadikan tokoh nasional dan PAHLAWAN NASIONAL.

Keppres pengangkatan Prof. Lafran Pane sebagai Pahlawan nasional telah ditanda tangani Presiden Jokowi bersama dengan pejuang asal Aceh Laksamana Malahayati, gerilyawan laut Sultan Mahmyd Riayat Syah dari Riau , tokoh nasionalis religius asal NTB Tuan Guru Pancor (Muhammad Zainudin Abdul Madjid). Presiden, akan menganugerahi gelar tersebut pada 9 atau 10 November 2017 mendatang di Istana Negara. Apakah juga akan bertambah lagi yang akan di anugerahi Pahlawan Nasional dari 9 orang yang diusulkan Kementerian Sosial tentu sesuatu yang bukan mustahil.

Momentum MUNAS X KAHMI

Munas X KAHMI di Medan ( Hotel Santika) pada anggal 17 s/d 19 November 2017  tentunya berbeda dengan Munas-Munas sebelumnya. Munas kali ini terasa istimewah karena keluarga besar HMI dan para alumninya sedang dalam suasana bersuka cita dan bersyukur kepada Allah SWT, karena pendiri HMI Bapak Prof Lafran Pane mendapatkan anugerah oleh Negara dan Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional.

Momentum tersebut memberikan isyarat kepada para Alumni HMI yang bernaung di KAHMI sebagai  langkah awal untuk introspeksi diri apakah kita sudah  move on dalam mewujudkan cita-cita “masyarakat adil dan makmur yang di Ridhoi Allah SWT”. Dengan landasan yang kokoh sebagai  “insan cita, pengabdi dan bernafaskan Islam”. Punya standar moral, konsisten dan berintegritas sebagaimana telah dicontohkan sebagai Role Model  oleh almarhum Prof.Lafran Pane.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.