Kamis, 19 September 24

NPWP Demokrasi Sontoloyo “Nomor Piro Wani Piro”

NPWP Demokrasi Sontoloyo “Nomor Piro Wani Piro”
* Ilustrasi unjuk rasa menuntut tatanan demokrasi yang lebih baik. (FOTO ANTARA/Yusran Uccang/ss/ama)

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah

 

Kata sontoloyo sudah tak asing lagi bagi orang Indonesia, terutama yang tinggal di Jawa. Kata ini lebih dipahami sebagai umpatan untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak beres.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan arti kata sontoloyo yakni konyol, tidak beres, bodoh. Sontoloyo biasa digunakan sebagai makian. Namun, tak banyak yang tahu dari mana sebenarnya asal kata ini. Setelah ditelusuri, rupanya sontoloyo berasal dari Bahasa Jawa.

Maknanya pun sangat berbeda jauh dengan yang dipahami orang kebanyakan. Sebagaimana dikutip dari Wikipedia, sontoloyo merupakan sebutan bagi orang yang menggembalakan itik atau bebek. Ia bertugas untuk menggiring hewan unggas tersebut agar memperoleh makanan, yang biasanya dilakukan di persawahan yang setelah di panen .

Dari arti dalam kamus KBBI maupun dalam arti bahasa Jawa sesungguhnya kata sontoloyo lebih tepat disematkan dalam demokrasi dengan model Pemilu maupun Pilpres.

Ketidakberesan proses dengan berbagai varian tipu muslihatnya bisa dirasakan, mulai dari UU Pemilu yang mensyaratkan mencalonkan capres ambang batas 20% dari jumlah suara partai politik gabungan maupun sendiri, ini bukan hanya melanggar konstitusi tetapi sudah menjadi barier untuk keikutsertaan rakyat mencalonkan dirinya yang dijamin konstitusi.

Pertemuan ketua MPR dan SBY dalam rangka mencari masukan soal pemilu dan pilpres, SBY pun menilai mahalnya pileg (pemilihan legislatif) sebab SBY harus merogoh koceknya antar 40 miliar sampai 100 miliar untuk bisa menjadi anggota DPR RI. Kata Bambang Soesatyo itu demokrasi NPWP (Nomor Piro Wani Piro) benar-benar sontoloyo.

Model pemilu yang menggiring rakyat untuk memilih penguasa seperti sontoloyo menggiring bebeknya, pokoknya diberi sembako maka suara terbeli.

Dengan memberlakukan presidential threshold 20 % tidak masuk akal sebab yang menjadi acuan perolehan pemilu tahun 2019 jadi partai politik baru tidak bisa mencalonkan presiden, apalagi rakyat yang tidak berpartai walau mempunyai kapasitas sebagai presiden.

Demokrasi sontoloyo memang banyak tipu-tipunya, mulai dari memakai baju muslim santri dan masuk organisasi identitas, sampai membayar lembaga survei abal-abal untuk mencitrakan seseorang calon banyak diminati pemilih.

Dengan gaya seorang alim masuk pesantren dengan membagi bagi uang pada kiai dan banyak juga kiai yang menjadi blantik untuk mendapatkan uang dengan menjual pesantrennya. Belum lagi memasang baliho dan spanduk seantero negeri seakan menjadi seorang yang diharapkan oleh bangsa ini.

Demokrasi sontoloyo memang banyak rekayasanya, untuk tetap berkuasa mulai dari DPT (daftar pemilih tetap) direkayasa sedemikian rupa dan rasanya sulit untuk bisa diakses seperti tahun 2019 ada 50 jutaan DPT invalid yang nama dan KTP, KK nya berbeda nomor provinsi, kota, ecamatannya yang disimbolkan angka dalam nomor KSK atau KTP tidak nyambung atau dalam KSK anggota keluarga tiba-tiba bisa ada puluhan orang asing yang terdapat di KSK. Bahkan orang yang sudah mati masih ada itu terjadi di tahun 2019 dan tahun 2024 tidak akan beda, sebab UU yang dipakai UU yang dipakai UU yang dipakai tahun 2019.

Demokrasi sontoloyo mulai melakukan koalisi antar sontoloyo membangun kekuatan politik dengan genit agar bisa mempertahankan kekuasaan untuk mendapat kenikmatan atau supaya punya bargaining dalam kekuasaan ke depan.

Sudah mulai membangun buzer-buzer untuk menyerang lawan dan membangun opini masyarakat .tentang prestasi, tentang janji janji, tentang kepantasan dipilih walau semua adalah rekayasa ditambah lagi dengan survei-survei abal-abal untuk membangun pencitraan sontoloyo.

Dengan demokrasi sontoloyo menghasilkan kekuasaan para sontoloyo bagaimana mungkin eksekutif, legislatif, yudikatif bertemali dan tidak melakukan kontrol sama sekali, kekuasaan semua serba partai politik. Eksekutif petugas partai termasuk menteri-menterinya, Legislatif jelasnya partai politik semua yudikatif juga titipan dari partai politik, maka demokrasi sontoloyo sudah tidak ada kontrol terhadap eksekutif, tidak ada cerita jeruk minum jeruk.

Peran DPR tidak lagi bisa melakukan kontrol sebab ikut dalam oligarki kekuasaan. Oligarki menjadi penentu segalanya, kedaulatan rakyat sudah lama dirampas oleh partai politik.

Saya jadi teringat sahabat saya Pak Happy Trenggono dengan ide beliau membeli Indonesia. Rupanya membeli Indonesia telah menjadi pola oligarki dan seperti yang perna dikatakan ketua MPR partai politik bisa dibeli oleh oligarki. Dan Surya Paloh dalam pidatonya yang berapi-api mengatakan, sistem kita super kapitalis dan liberalis Pancasila sudah tidak ada, yang ada Wani Piro.

Begitu juga Prof Machfud MD sebagai Menko Polhukam mengatakan, korupsi sangat mengerikan merata di semua lembaga ya eksekutif, legislatif, yudikatif, pengusaha bertemali membobol uang negara. 300 triliun dari membobol timah, belum tambang tambang yang lain itu bertemali antara eksekutif, yudikatif, legislatif.

Dengan model oligarki membeli
Indonesia cukup 120 triliun selesai semua dengan model demokrasi sontoloyo wani piro, membeli partai politik dengan model perolehan suara yang dapat suara 20% persen dapat 20 triliun, yang dapat 11% dapat 11 triliun dan seterusnya dan sisanya 20 triliun untuk dibagi-bagi melancarkan lobi-lobi.

Inilah semua perkiraan kalau model demokrasinya wani piro. Itulah hasil dari pemilu sontoloyo. Bagaimana untuk memperbaiki keadaan bangsa dan negara ini tidak ada jalan lain kecuali kita semua sadar akan keadaan bangsa ini.

Maka Indonesia harus kembali ke Khittah 17 Agustus 1945, kembali pada negara Proklamasi, kembali pada UUD 1945 asli dan Pancasila kembali pada sistem MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan negara ini kedaulatannya harus dikembalikan pada rakyat Indonesia bukan oligarki. Selamatkan Indonesia dengan kembali ke UUD 1945 dan Pancasila. []

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.