Sabtu, 20 April 24

Kejagung Tak Akan Surut Meski Diprotes dan Dikecam Luar Negeri

Kejagung Tak Akan Surut Meski Diprotes dan Dikecam Luar Negeri

Jakarta – Jaksa Agung HM Prasetyo menilai, protes dan kecaman untuk negara Indonesia dengan melaksanakan hukuman mati itu merupakan hak mereka. Namun, hal itu tidak menyurutkan pihaknya untuk kembali melaksanakan eksekusi hukuman mati.

“Kita tidak akan surut,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (19/1/2015).

Prasetyo menjelaskan, eksekusi mati itu merupakan hukum positif yang berlaku di Indoneisa. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak menghormati hukum yang berlaku di negara Indonesia, sebagaimana Indonesia hormat atas hukum yang ada di negara lain.”Itulah etika pergaulan internasional,” tegasnya.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang mengingatkan, ada 267 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Dengan eksekusi mati yang dilakukan Indonesia dianggap akan menyulitkan negara ini melobi untuk menyelamatkan warganya. Bagi Prasetyo hal itu jangan disamakan. Sebab, kasus yang dialami WNI itu berbeda. “Jadi tidak bisa disamakan case by case,” katanya.

Dia menegaskan, terpidana yang ditembak mati di Indonesia ini karena terjerat narkotika. Sudah jelas, tegas dia, narkotika merupakan musuh Indonesia bahkan dunia.

“Kita kan tidak mau melihat narkotika semakin merajalela. Hanya bedanya mereka tidak memberlakukan hukuman mati, kita masih. Salahnya sendiri melakukan kejahatan narkotika di sini. Iya kan?” Pungkas Prasetyo.

Seperti diketahui, Enam terpidana perkara narkotika ditembak mati, Minggu (18/1) dini hari di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, dan di Boyolali, Jawa Tengah. Lima terpidana mati dieksekusi serempak di Nusa Kambangan. Mereka adalah Namaona Denis (48), Warga Negara Malawi,  Marco Archer Cardoso Moreira (53), WN Brazil, Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (38), WN Nigeria, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias  Ance Tahir (62), kewarganegaraan tidak jelas. Kemudian,  Rani Andriani alias Melisa Aprilia, WN Indonesia. Kemudian, seorang lain di Boyolali, Tran Thi Bich Hanh, (37), WN Vietnam.

Brazil dan Belanda protes. Bahkan, dikabarkan menarik Duta Besarnya untuk Indonesia guna melakukan koordinasi. (Pur)

Related posts