Kamis, 25 April 24

Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian 2)

Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian 2)
* Pasca tumbangnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung menyingkirkan Soeharto dan anak-anaknya dari kepengurusan Golkar.

Golkar Singkirkan Keluarga Cendana

 

Dua bulan setelah Soeharto lengser keprabon, Golkar menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Jakarta. Dalam Munaslub 9-11 Juli 1998 tersebut Akbar Tandjung bersaing dengan Edi Sudrajat untuk memperebutkan posisi ketua umum periode 1998-2003. Akbar tampil sebagai pemenang. (Baca:  Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian 1))

Akbar yang menggantikan Harmoko membawa warna baru saat menahkodai Golkar. Di bawah kepemimpinannya jabatan Dewan Penasihat dihapus. Sebelumnya jabatan Dewan Penasihat yang dipimpin Soeharto memiliki pengaruh sangat besar melebihi ketua umum. Dengan dihapusnya Dewan Penasihat dalam struktur partai, maka posisi ketua umum sangat kuat.

Gebrakan lain yang dilakukan Akbar adalah membersihkan Golkar dari keluarga Cendana, sebutan populer bagi keluarga Soeharto yang tinggal di Jl Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. Sebelumnya di periode 1993-1998 dua anak Soeharto, yakni Mbak Tutut dan Bambang Trihatmodjo, menduduki jabatan strategis di DPP Golkar. Mbak Tutut menjabat sebagai ketua DPP, sedangkan Bambang menduduki posisi bendahara umum.

Disingkirkannya keluarga Cendana tersebut untuk menunjukkan kepada publik bahwa Golkar sudah tak dikendalikan lagi oleh Soeharto.

Jatuhnya Soeharto dari kursi RI 1 pada 21 Mei 1998, memang jadi beban bagi Golkar. Sebab, Soeharto identik dengan Golkar. Kalangan reformis yang menjatuhkan Soeharto, juga berupaya keras membubarkan Golkar.

Langkah yang diambil Akbar menyingkirkan Soeharto dan anak-anaknya dalam kepengurusan Golkar, merupakan upaya untuk meyelamatkan Golkar dari kehancuran.

Langkah lain yang dilakukan Akbar dalam upaya menyelamatkan Partai Beringin adalah turun langsung ke berbagai daerah untuk berkonsolidasi dan berkampanye Di beberapa daerah ia dikejar-kejar oleh massa anti Golkar. Namun, hal itu tak membuatnya gentar.

Para pengamat memprediksi Golkar akan habis pada Pemilu 1999, pemilu pertama di era reformasi. Alasannya adalah Golkar sudah tidak dicintai oleh rakyat. Selain itu kader-kader terbaik Golkar melakukan penggembosan, yakni mendirikan parpol-parpol baru.

Namun, Akbar mematahkan ramalan tersebut. Dalam Pemilu 1999 yang diikuti 48 parpol tersebut, Golkar masih memiliki banyak pendukung. Hal ini terbukti Golkar meraih peringkat kedua setelah PDI-P. Golkar memperoleh 120 kursi DPR dari total 462 kursi. Sedangkan PDI-P mendapat 153 kursi. (arh/Bersambung)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.