Jumat, 25 Oktober 24

Bahaya, Hanya Seminggu Sudah Terjadi Skor Hattrick 0-3 Dialami Kemkominfo

Bahaya, Hanya Seminggu Sudah Terjadi Skor Hattrick 0-3 Dialami Kemkominfo
* Roy Suryo. (Foto: Edfwin B/obsessionnews.com)

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

Sejak Sabtu (15/6/2024) minggu kemarin, masyarakat sedunia – termasuk publik Indonesia – kembali demam bola dengan adanya laga Euro 2024 yang berlangsung di Jerman. Dua kali setidaknya skor “hattrick” 0-3 yang saya tulis sebagai judul di atas sudah terjadi sampai sejauh ini, yakni kalahnya Kroasia vs Spanyol (Sabtu 15/6/2024 jam 23.00) dan kalahnya Ukrania vs Rumania (Senin 17/6/2024 jam 20.00). Namun lucunya meski Indonesia bukan peserta laga bola Eropa tersebut, tetapi kita bisa juga kalah hattrick 0-3, yakni melalui Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika).

Mengapa bisa demikian? Kekalahan pertama adalah ketika situs (palsu) yang disebut-sebut akan menggantikan platform X/Twitter, yakni Ela Elo (dulu menggunakan domain elaelo.id kini menjadi elaelo.com) berhasil mengelabui Netizen dan membuat Kemkominfo hanya bisa gela gelo alias plonga plongo setidaknya selama tiga hari sejak Senin (17/6/2024) – setelah menimbulkan kegaduhan di media maya, karena situs Ela Elo berani mencantumkan lambang negara Garuda Pancasila (mirip logo Kemkominfo lama, sebelum menjadi Keong yang sekarang) dan lagu nasional Garuda Pancasila–  meski akhirnya Kemkominfo menyatakan bahwa Ela Elo adalah HoaX (Rabu 19/4/2024).

Kekalahan kedua sebenarnya cukup simpel tetapi fatal, yakni dilakukan oleh Akun resmi X/Twitter (centang biru) Kemkominfo sendiri. Di mana kemarin (21/06/24), maksudnya mungkin ingin menarik perhatian dari yang diucapkannya, namun karena kekonyolan desainernya, maka ucapan Selamat Ulang Tahun ke-68 tersebut lebih terkesan seperti Ucapan Duka Cita dan malahan memancing komentar ucapan lucu-lucu dari netizen dan bahkan sempat menjadi trending topic dengan kata “meninggal”. Setelah sadar bahwa cuitan akun resmi Kemkominfo tersebut konyol dan justru membuat gaduh di media sosial, buru-buru adminnya kemudian menghapusnya tanpa sedikit pun mengklarifikasinya.

Kalau kekalahan kedua di atas tidak menimbulkan kerugian apa pun bagi masyarakat, bahkan (mungkin) sebaliknya karena komentar saat sebelum cuitan resmi ucapan tersebut dihapus secara diam-diam, maka kekalahan ketiga inilah yang benar-benar fatal dan kerugiannya bukan hanya terjadi di dunia maya namun sudah secara nyata terjadi di dunia sebenarnya. Inilah peristiwa crowded akibat tertumpuknya antrean di layanan imigrasi bandara Indonesia akibat server PDN (Pusat Data Nasional) milik Kemkominfo yang digunakan oleh Ditjen Imigrasi tersebut down semenjak Rabu pagi (19/6/2024) pagi subuh pukul 04.00.

Sebagaimana sudah saya tuliskan kemarin, lumpuhnya PDN yang disinyalir akibat serangan siber Ransomware telah mengakibatkan lumpuhnya sistem imigrasi Indonesia bahkan disebut-sebut hingga artikel ini ditulis. Secara sistem hal tersebut terjadi karena PDN terpusat yang digadang-gadang bisa beroperasi menggantikan semua server di daerah sesuai dengan rencana SDI (Satu Data Indonesia) untuk mewujudkan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) ternyata belum berjalan sesuai dengan harapan. Sebenarnya SDI dan SPBE tersebut memang bagus dan sesuai dgn era Industry 4.0 bahkan Society 5.0 karena menerapkan IoT (Internet of Thing), bahkan AI (Artificial Intelligence) dan Robotic.

Namun sebagaimana sudah saya sampaikan kemarin juga, hardware dan software yang bagus tidak akan berarti apa-apa bila brainwarenya tidak bagus. Karena “man behind the gun” di balik perangkat dengan spec gahar 40 Petabyte dan Memory 200 Terabyte tersebut kalau tidak dihandle oleh orang-orang yang benar ibarat “the wrong man on the right place”. Dalam pepatah kuno sering juga dianalogikan sebagai “When a Clown moves into a Palace, he doesn’t become a King, The Palace instead becomes a Circus”. Lucunya pepatah ini memang terjadi secara faktual di Kemkominfo, di mana ada pelawak yang diberi jabatan penting di sana, akibatnya program-program yang dijalankannya konyol semua dan hanya menghambur-hsmburkan uang rakyat belaka.

Kembali kepada apa yang terjadi di PDN, bila memang sesuai rencana besarnya 4 lokasi PDN tersebut (Batam, Cikarang, Labuan Bajo dan IKN) sudah berjalan sesuai harapan dan spec teknisnya tidak ada yang dikurangi (kalimat terakhir ini penting, karena PDN di Deltamas Cikarang yang rencana beroperasi Agustus 2024 itu saja berbiaya 104 juta Euro atau sekitar Rp2,7 triliun bantuan Perancis dan APBN), maka proses “sentralisasi” atau pemusatan server yang sudah dimulai bisa berjalan normal. Namun faktanya baru ada 1 PDN yang beroperasi di Batam mulai 2022 dan 1 PDN sementara di Jabodetabek tetapi daerah-daerah sudah tidak diperbolehkan membangun Server sendiri, maka ini artinya bencana. Hal tersebut pun terjadi karena sekarang Pemda-pemda sudah tidak dibolehkan lagi menganggarkan Pembangunan Data Center sendiri karena policy anggaran menetapkan demikian.

Secara teknis, di tahun 2011-2022 yang lalu setidaknya memang sudah ada 43 Kementerian/Lembaga, 5 provinsi, 86 kabupaten dan 24 kota yang semua data-datanya diletakkan di PDN ini (termasuk Ditjen Imigrasi yang gangguan kemarin). Akibatnya bila PDN-nya gangguan dan lembaga-lembaga yang sudah telanjur “menyerahkan” semua datanya tidak memilki backup datanya sendiri lagi maka bencana besar terjadi. Sistem sentralisasi seperti ini sebenarnya baru boleh dilakukan 100% bila memang PDN sudah benar-benar siap dan teruji sebelumnya, minimal Kemkominfo juga melakukan sertifikasi dengan instansi terkait -misalnya BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara- untuk memastikan digital security pengamanan, disaster recovery dan contingency plannya.

Alhamdulillah sesuai informasi yang saya dengar, beberapa provinsi dan kabupaten-kota secara mandiri tetap mengupayakan adanya data server lokal di daerahnya masing-masing, misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Prinsip ini sebenarnya sama dengan yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat, meskipun digitalisasi sudah berjalan dan tertata dengan baik, namun backup data tetap ada dan dilakukan mirroring, hingga berkas-berkas fisik (manual)-nya pun tetap disimpan dengan rapi dirubanah di bawah kota New York misalnya. Dengan demikian bilamana ada gangguan sistem maka dengan cepat bisa direplace dengan backup/mirror tersebut tanpa harus menunggu berjam-jam bahkan berhari-hari seperti di sini.

Kesimpulannya, sama-sama ada “euro”-nya, di mana di sana sedang berlangsung laga Euro 2024 dan di sini menggunakan anggaran ratusan juta Euro, memang keduanya sama-sama bisa dapat skor hattrick 0-3, tetapi hattrick yang dialami Kemkominfo ini adalah sangat memalukan dan berbahaya. Apalagi kejadian di PDN ini sudah bukan yang pertama, karena tahun lalu, tepatnya tanggal 5/7/2023, Hacker juga berhasil membobol 34 juta data paspor dari PDN. Apakah “the wrong wrong man” (karena bukan hanya satu) di Kemkominfo ini mau terus dipertahankan? “Bisa hancur negeri ini” (seperti kata-kata beliau di sticker bergambar mantan Presiden) yang populer di layanan WhatsApp bila kondisi begini terus dibiarkan. []

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.