Jumat, 19 April 24

Aviliani, Pengamat Ekonomi & Komisaris Independen Bank Mandiri

Aviliani, Pengamat Ekonomi & Komisaris Independen Bank Mandiri
* Aviliani.

Obsessionnews.com – Menjadi komisaris independen pada bank pemerintah sudah dijalani Aviliani selama 11 tahun. Sebelum di Bank Mandiri, dia sempat menempati posisi sebagai komisaris independen Bank BRI selama sembilan tahun.

Pekerjaan mewakili pemegang saham publik di bank besar yang sudah go public ini menjadi tantangan tersendiri baginya. Jika bank sebelumnya lebih terfokus pada usaha mikro kecil, kini di Bank Mandiri lebih mengarah ke korporasi.

Berbicara mengenai krisis global, Aviliani berpendapat situasi tersebut belum akan berakhir, karena keadaan ekonomi di Amerika dan Eropa tak juga pulih. Hal ini terjadi dipengaruhi masalah demografi di Amerika dan Eropa yang sekarang situasinya 70% masyarakat di sana berusia di atas 65 tahun. Jadi, mereka adalah orang-orang yang tidak produktif dan malah menjadi beban negara. Inilah yang menjadi kendala bagi negara tersebut.

“Indonesia sendiri kenapa ekonominya masih bisa tumbuh, karena 70% masyarakatnya masih dalam kategori usia produktif antara 14 sampai 64 tahun dan hanya 7% yang berusia di atas 65 tahun. Kita diuntungkan dengan adanya bonus penduduk. Itulah sebabnya, bila kebijakan kita kurang optimal, perekonomian masih bisa tumbuh sebesar 4%, karena adanya kebutuhan konsumsi masyarakat yang menggerakkan perekonomian di sini,” lanjutnya serius.

Bahkan menurutnya, China pun sekarang tengah mengalami krisis, karena selama ini hidup bergantung dari pertumbuhan ekonomi Eropa dan Amerika yang menurun. Padahal, hubungan perdagangan Indonesia dan China sangat erat dan besar.

“Pemerintah maupun pengusaha harus membuka hubungan dagang baru dengan negara lain yang belum pernah dijadikan pasar, misalnya Timur Tengah dan ke depannya harus banyak melakukan kegiatan ekspor ke sana. Termasuk juga ke negara Brazil, Afrika Selatan, dan Bangladesh yang selama ini nilai ekspornya masih di bawah 1%. Jadi, agar tidak stuck, kita harus mulai mencari pasar baru, apalagi dunia ini sudah berubah otomatis kebijakan pun mesti diperbaharui,” sambungnya.

Dia menilai pertumbuhan ekonomi di 2016 paling setinggi-tingginya adalah sebesar 5%. Karena kalau lebih tinggi lagi mau tidak mau impor mesti naik dan dampaknya nilai rupiah bisa melebihi batas.

“Pertumbuhan bisa tinggi, tapi bisa langsung drop dan menciderai rakyat nantinya. Nilai tukar lemah daya beli pun turun.Jadi, menjaga pertumbuhan itu lebih penting daripada perekonomian meningkat, tapi tidak membuat masyarakat sejahtera. Sementara, dari sisi pembangunan boleh saja dilakukan, asalkan tidak agresif dan lebih ke arah berkesinambungan. Kita harus benar-benar realistis melihat situasi indicator makro ekonominya,” pungkasnya. (Naskah: Elly S/WO)

Tulisan ini dimuat juga di Majalah Women’s Obsession, edisi Agustus 2016.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.