Jumat, 18 Oktober 24

AR Baswedan: Saya Untung, Pak Presiden

AR Baswedan: Saya Untung, Pak Presiden
*   Abdurrahman (AR) Baswedan. (Foto: wikipedia.org)

Oleh: Lukman Hakiem, Peminat Sejarah

Pesawat BOAC yang membawa Abdurrahman (AR) Baswedan dari Mesir melalui Karaci, Rangoon, Bombay dan Singapura akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara Kemayoran Jakarta. Ketika Baswedan hendak turun dari pesawat, tiba-tiba sejumlah polisi militer Belanda dengan senjata lengkap masuk ke pesawat. Baswedan terkejut dan agak grogi, karena dia membawa dokumen yang sangat penting yang harus sampai di tangan Presiden Sukarno dengan selamat. Yaitu perjanjian persahabatan Mesir dan Republik Indonesia dan surat dari Mufti Palestina Amir Said Alhusaeni.

Dalam keadaan yang tiba-tiba Baswedan ingat kepada H.Agus Salim dengan gaya seorang jenderal berbicara:”Baswedan, bagi saya tidak penting apakah saudara sampai di tanah air atau tidak, yang penting dokumen-dokumen itu sampai di Indonesia dengan selamat.”

Sebelum meninggalkan Kairo, Baswedan lebih dulu  menemui pejuang kemerdekaan Maroko yang sedang berada di Mesir, Amir Abdul Karim, untuk berpamitan. Ketika Baswedan berpamitan, Amir Abdul Karim memberi secarik kertas sambil berkata:”Anakku, semoga Allah melindungimu dalam perjalanan pulang ke tanah air dan semoga perjuanganmu berhasil. Insya Allah Tuhan yang Maha Kuasa akan menolongmu.”

Teringat hal itu Baswedan segera meraba kantong bajunya untuk mengambil kertas dan tasbih hadiah dari pahlawan Maroko Amir Abdul Karim. Baswedan segera berdiri dan menenteng tas yang kuncinya tidak pernah bisa dibuka dan membaca tulisan dalam kertas yang ternyata rangkaian doa sambil memegang tasbih. Dengan takdir Allah Baswedan bisa keluar dari pesawat tanpa diperiksa, seolah-olah tentara Belanda itu tidak melihat Baswedan. Turun dari pesawat Baswedan langsung memasuki gedung Bandara. Lagi-lagi tidak ada satu pun tentara Belanda yang menyapa apalagi memeriksa Baswedan, sampai dia keluar dari gedung.

Di luar gedung Baswedan segera memanggil taksi, sesudah duduk di dalam taksi barulah Baswedan merasa tenang, dari Bandara Baswedan menuju ke rumah Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Setelah mandi dan berganti baju, Baswedan dan Syarifuddin berangkat menuju ke Bandara Kemayoran yang masih dijaga ketat oleh tentara Belanda. Dengan khusyu Baswedan berdoa pada Allah memohon agar dia dan Syarifuddin dapat lolos dari pemeriksaan.

Saat itulah Baswedan kembali teringat pada tasbih dan doa-doa yang diajarkan oleh Amir Abdul Karim. Jari-jari tangan kanan menggenggam tasbih dan tangan kiri memegang catatan doa dari Amir Abdul Karim. Alhamdulillah, tas koper Baswedan dan Syarifuddin lolos dari pemeriksaan. Petugas dan tentara Belanda seolah-olah tidak melihat Baswedan dan Syarifuddin, sehingga kedua tokoh Indonesia itu dengan tenang memasuki pesawat dan tiba di Bandara Maguwo Yogyakarta dan langsung menuju ke Gedung Agung tempat kediaman Presiden Sukarno.

Dengan upacara singkat dan sederhana kedua dokumen diserahkan kepada Presiden. Bung Karno menerima  kedua dokumen dalam keadaan heran, karena dokumen itu tetap utuh dalam sampul yang dilem. Hal itu hanya mungkin terjadi jika Baswedan tidak diperiksa padahal Bandara Kemayoran dijaga ketat oleh tentara Belanda.

Bagaimana bisa begitu Baswedan, kata Bung Karno. Baswedan menjawab singkat:”Saya untung, Pak Presiden.”

Siang itu juga Baswedan segera berangkat ke Solo untuk bertemu dengan keluarganya. Kepulangan Baswedan ternyata disambut oleh bayi mungil yang lahir beberapa hari sebelumnya. Bayi itu diberi nama Liqiana.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.