Kamis, 25 April 24

Tersandung Al Maidah 51, Elektabilitas Ahok Terus Merosot

Tersandung Al Maidah 51, Elektabilitas Ahok Terus Merosot
* Demo menuntut Gubernur non DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ditangkap di Jakarta.

Jakarta, Obsessionnews.com – Setelah lolos menjadi tersangka dalam kasus dugaan kasus korupsi Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta, kali ini Basuki Tjahaja Purnama kena batunya. Gubernur nonaktif DKI Jakarta akrab disapa Ahok ini ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Ahok yang beragama Kristen Protestan menjadi sumber masalah potensi keretakan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Ahok yang beragama Kristen Protestan menjadi sumber masalah potensi keretakan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Calon Gubernur DKI pada Pilkada 2017 itu dengan lancang mencampuri urusan agama lain, yakni Islam. Ahok membuat umat Islam marah ketika ia menyinggung soal Al Quran surat Al Maidah ayat 51 di sebuah acara di Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016). Ketika itu Ahok antara lain menyatakan, “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”

Ahok membuat umat Islam marah ketika ia menyinggung soal Al Quran surat Al Maidah ayat 51 di sebuah acara di Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dalam pernyataan sikap keagamaan yang ditandatangani Ketua Umum Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Anwar Abbas pada Selasa (11/10), menyebut perkataan Ahok dikategorikan menghina Al-Quran dan menghina ulama yang berkonsekuensi hukum.

Sehari sebelumnya Ahok meminta maaf kepada umat Islam. “Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau apa,” kata Ahok di Balai Kota DKI, Senin (10/10).

Meski Ahok telah meminta maaf, umat Islam tetap menuntut ia harus diproses secara hukum. Ucapan Ahok di Kepulauan Seribu menimbulkan gelombang protes di berbagai daerah di Indonesia. Di Jakarta, misalnya, berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar unjuk rasa damai yang berlabel Aksi Bela Islam (ABI) I di Balai Kota DKI dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Jumat (14/10). Mereka menuntut polisi menangkap Ahok dan membuinya. Namun, tuntutan tersebut seperti dianggap angin lalu.

Karena tidak ada tanda-tanda polisi untuk menciduk Ahok, GNPF MUI kembali menggelar demo lagi, yakni ABI II, di depan Istana Presiden, Jakarta, pada Jumat (4/11). Dipilihnya Istana Presiden sebagai objek demo yang terkenal dengan sebutan demo 411, karena massa menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) melindungi Ahok.

Peserta ABI II jauh lebih banyak daripada ABI I. ABI II  yang diikuti lebih dari 2,3 juta orang tersebut merupakan demo terbesar dalam sejarah Indonesia pasca reformasi 1998. Jumlah massa demo 411 itu di luar prediksi aparat keamanan.

ABI II yang diikuti lebih dari 2,3 juta orang tersebut merupakan demo terbesar dalam sejarah Indonesia pasca reformasi 1998.

Setelah demo besar-besaran itu barulah polisi terlecut menggarap kasus Ahok. Hasilnya, Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama pada Rabu (16/11). Ahok juga dicekal ke luar negeri. Namun, anehnya, mantan Bupati Belitung Timur itu tidak ditahan.

Masih berkeliarannya Ahok itu membuat umat Islam semakin marah. Mereka menilai polisi diskriminatif, sebab dalam banyak kasus orang-orang yang menyandang status tersangka, terutama orang-orang Islam, langsung ditahan.

Demo 411 disebut demo terbesar dalam sejarah Indonesia pasca refoirmasi 1998. (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)
Demo 411 disebut demo terbesar dalam sejarah Indonesia pasca refoirmasi 1998. (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)

Tindakan polisi yang dinilai tidak adil itu membuat luka umat Islam semakin menganga. Oleh karena itu GNPF MUI akan kembali beraksi dalam ABI jilid III pada Jumat (2/12) mendatang. Pada hari itu para buruh juga akan menggelar aksi demo. GNPF MUI dan para buruh akan menuntut keadilan, yakni menuntut Ahok dibui. Diperkirakan massa demo 212 jauh lebih besar daripada demo 411.

Elektabilitas Ahok Merosot

Ahok maju di Pilkada 2017 berpasangan dengan politisi PDI-P yang juga Wakil Gubernur nonaktif Djarot Saiful Hidayat. Duet ini diusung PDI-P, Nasdem, Golkar, dan Hanura. Semenjak tersandung dalam kasus Al Maidah 51 elektabilitas Ahok-Djarot terus merosot. Berdasarkan hasil survei yang dirilis lembaga survei Indikator Politik Indonesia, elektabilitas Ahok-Djarot hanya sebesar 26,2 persen atau di posisi kedua.

Semenjak tersandung dalam kasus Al Maidah 51 elektabilitas Ahok-Djarot terus merosot.

Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni berada di posisi teratas dengan 30,4 persen. Sedangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno berada di posisi buncit dengan 24,5 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan dukungan terhadap Ahok dalam lima bulan terakhir menurun drastis. “Turunnya mencapai 18,6 persen,” ujarnya di Cikini, Jakarta, Kamis (24/11)..

Indikator Politik melansir hasil survei yang bertajuk “Kinerja Petahana dan Efek SARA dalam Pilkada DKI Jakarta”. Survei itu digelar 15-22 November 2016 dan menggunakan metode wawancara terhadap 798 responden secara tatap muka. Hasil survei dengan tingkat kesalahan sekitar 3,6 persen itu didanai secara swadaya (kas internal).

Burhanuddin menjelaskan, merosotnya tingkat elektabilitas Ahok karena menurunnya tingkat kesukaan masyarakat terhadap dirinya itu. Dalam lima bulan, tingkat kesukaan responden terhadap Ahok menurun sekitar 20 persen. “Tingkat kesukaan terhadap Ahok paling rendah,” katanya.

Sebelumnya Jumat (18/11) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei yang menyebutkan  dukungan untuk Ahok turun dari 24,6 persen menjadi 10,6 persen. Survei itu  dilakukan periode 31 Oktober-5 November 2016 dengan melibatkan 440 responden.

Pengamat sosial dan politik dari Universitas Presiden, Muhammad AS Hikam.
Pengamat sosial dan politik dari Universitas Presiden, Muhammad AS Hikam.

Pengamat sosial dan politik dari Universitas Presiden, Muhammad AS Hikam, mengatakan hasil survei yang  dilakukan Indikator Politik dan LSI menunjukkan kasus dugaan penistaan agama yang kini sedang dihadapi Ahok berdampak sangat negatif. Begitu besar dampak kasus tersebut, sehingga kendati Ahok diakui kinerjanya telah baik dan kepuasan publik tinggi, namun mereka tidak akan memilihnya dalam Pilkada 2017!

“Jika hasil survei ini konsisten, maka efek SARA yang dihasilkan oleh kasus penistaan agama adalah faktor paling dominan dan menentukan dalam Pilkada DKI,” tutur Hikam seperti dikutip Obsessionnews.com dari blog The Hikam Forum, Jumat (25/11).

Hal ini, lanjutnya, jelas merupakan setback yang sangat serius bagi demokrasi di DKI yang merupakan etalase dan rujukan bagi seluruh wilayah Indonesia. Hal itu berarti bahwa masalah SARA yang pada Pilkada 2012 tidak efektif digunakan untuk mengalahkan pasangan Jokowi-Ahok, kini berubah.

“Terlepas dari apakah Ahok melakukan kesalahan dalam kasus ini, namun sulit mengingkari bahwa pengaruh aksi demo 411 dan juga ekspose media tentangnya merupakan sebuah kampanye negatif bagi Ahok-Djarot,” ujar Hikam.

Sebaliknya, katanya lagi, efek SARA ini akan menguntungkan bagi Agus-Sylvi yang berhasil menangguk dukungan sangat tinggi karena “luberan” dari Ahok-Djarot. Agus-Sylvi yang semula tidak terlalu dipedulikan oleh para pengamat tersebut, ternyata malah melampaui Anies-Sandi yang dianggap jauh lebih punya pengalaman dan nama besar.

“Bisa ditafsirkan sementara bahwa para pendukung  Badja (Basuki-Djarot) yang “lari” itu merasa lebih sreg jika mendukung pasangan calon (paslon) yang memiliki track record sebagai orang yang pernah berkiprah di pemerintahan DKI, dan juga merupakan orang Betawi. Demikian pula imaji sebagai pemuda  dengan latar belakang militer yang cemerlang, tampaknya mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemilih yang tak lagi menyukai Ahok,” kata Hikam.

Menurut mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi ini, Badja dan pendukungnya jelas tak bisa mengabaikan hasil survei  kedua lembaga survei tersebut. Apalagi saat ini proses hukum telah menjadikan Ahok sebagai tersangka dan sebentar lagi proses peradilan dimulai.

“Tak ada jalan lain bagi paslon ini kecuali menggenjot kampanye-kampanye inovatif dan efektif agar citra negatif yang diakibatkan oleh kasus dugaan penistaan agama itu bisa dibatasi (contained) dan sekaligus mengembalikan citra positif yang pernah diraihnya,” tandasnya.

Namun sayangnya Hikam menilai waktu tampaknya tidak memihak pasangan Badja. Sebab dua bulan sangat sempit, apalagi jika demo massa masih terus terjadi, maka kans untuk mengembalikan elektabilitas Badja kian sempit. (@arif_rhakim)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.