Sabtu, 20 April 24

Rizal Ramli Heran, Menteri ESDM ‘Doyan’ Nyerah

Rizal Ramli Heran, Menteri ESDM ‘Doyan’ Nyerah
* Rizal Ramli.

Jakarta, Obsessionnews – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengaku heran terhadap sikap dan perilaku Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang tidak pernah koordinasi dengan dirinya. Termasuk dalam pemberian izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI) yang ternyata mendapat rekomendasi ekspor konsentrat tanpa menyetor uang jaminan pembangunan smelter.

“Menteri ESDM dari dulu tidak pernah koordinasi dengan saya. Nggak tahu, dia koordinasi dengan siapa, juga nggak jelas. Kok begitu mudah dipojokkan oleh Freeport?” ujar Rizal Ramli dalam acara ‘Sosialisasi Program Kerja Kemenko Maritim’ di Gedung BPPT II Jakarta, Kamis (18/2/2016).

Rizal pun menyesalkan atas pemberian rekomendasi ekspor konsentrat tersebut. Sebab, dengan pemberian itu menunjukkan sikap pemerintah mudah menyerah. “Freeport tahu pemerintah Indonesia lemah. Harusnya kan dia (Freeport) sudah bangun smelter tahun 2009. Tapi dia tahu, dia ngeyel saja. ‘Nanti gue (Freeport) pepetin pemerintah Indonesia, terus pemerintah Indonesia nyerah’. Ketemu ‎menteri yang doyan nyerah namanya Sudirman Said,” ucapnya.

Menurut Rizal, Freeport seharusnya wajib melaksanakan pembangunan smelter sesuai UU Minerba No. 4/2009. “Tapi kalau pejabatnya lemah, Freeportnya yang atur-atur. Jadi kebalik. Itu soal attitude perusahaan-perusahaan besar,” ungkap Menko Kemaritiman dan Sumber Daya.

Ia menegaskan, perpanjangan izin ekspor diberikan jika seluruh syarat telah dipenuhi. Artinya, karena Freeport belum memenuhi persyaratan izin ekspor dengan membangun sebuah pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) sebesar USD530 juta, tidak diizinkan melakukan ekspor konsentrat.

Menurutnya, PT Freeport Indonesia seharusnya tetap membangun fasilitas pemurnian mineral atau smelter sebagaimana diamanatkan dalam UU Minerba. “Freeport seharusnya melaksanakan pembangunan (smelter) sejak 2009, tapi dia ‘ngeyel’ saja,” tandas Mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur.

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan bahwa sesuai UU Minerba No. 4/2009, pemerintah mewajibkan semua penambang umum untuk membangun smelter lantaran semua hasil tambang mineral mentah dilarang diekspor dan harus diolah di dalam negeri pada 2014. Namun, kebijakan tersebut sulit diterima karena pembangunan smelter memakan biaya besar sekitar Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun.

“UU itu tidak mempertimbangkan skala ekonomi minimum untuk produksi. Kalau kita lakukan, kasarnya orang nggak mau bikin smelter kalau rugi,” tuturnya.

Ia membeberkan, dari sekian banyak perusahaan pertambangan mineral di Indonesia, hanya sekitar tujuh perusahaan yang mampu membiayai pembangunan smelter. “Salah satunya Freeport,” jelas Rizal. (Ars)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.