Kamis, 18 April 24

Muhammad Hatta Ali: Mereformasi MA Bukan Hal Mudah

Muhammad Hatta Ali: Mereformasi MA Bukan Hal Mudah

Naskah: Sahrudi, Foto: Sutanto & Dok. Pribadi

 

Kurang lebih 39 tahun sudah ia mengabdikan diri di dunia hukum, tepatnya di lembaga pengadilan sampai kemudian menjabat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA). Sebagai ‘pintu’ terakhir pengadilan, Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H, M.H bertekad menjadikan MA sebagai lembaga yang kredibel dan tentunya berwibawa. Tapi, ia mengakui bahwa reformasi MA bukanlah proses yang mudah.

 

Ketika dilantik sebagai Ketua MA, pada saat itu juga Hatta Ali memahami adanya harapan besar publik kepada lembaga ini agar menghasilkan hakim-hakim yang profesional dan ‘bersih’. Wajar, karena ia bukan orang baru di MA dan track record nya juga sangat baik di lingkungan tempat orang mencari keadilan ini.

 

Ya, pria kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, 7 April 1950 ini adalah pejabat karier di MA. Boleh dikata, kariernya dihabiskan di institusi hukum. Sejak menjadi Pegawai Negeri di Menteri Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM-red) kariernya terus melangkah naik. Pernah jadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo, Ketua PN Bitung, PN Manado, dan PN Tangerang dan semakin moncer saat menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali, pada tahun 2003. Sampai kemudian ditarik ke Jakarta untuk menjadi Sekretaris Ketua MA.

 

Saat pelantikan menjadi Ketua MA di Istana Negara

 

Siapa sangka disitulah karier Hatta Ali di lembaga yudikatif ini beranjak naik menjadi Hakim Agung, dan Ketua Muda Pengawasan MA sampai kemudian ia terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna pemilihan Ketua MA, yang digelar di Ruang Kusuma Atmadja, Gedung MA Jakarta, pada 8 Februari 2012 dengan jabatan hingga tahun 2017. Tapi, ketika masa baktinya habis di bulan Februari 2017, ia terpilih kembali sebagai Ketua MA untuk periode 2017-2022. Ia mendapatkan lebih dari 50 persen suara atau sebanyak 38 suara dari 47 suara yang diberikan oleh 47 orang Hakim Agung.

 

Diakui, sesaat setelah dilantik, tugas berat sudah menanti. Misalnya kebijakan penerapan sistem kamar yang dicanangkan Ketua Mahkamah Agung sebelumnya masih merupakan cikal bakal. Selain itu juga issu utama yang menjadi tuntutan masyarakat adalah penumpukan perkara di Mahkamah Mahkamah Agung yang sekian lama belum diputus.

 

Ia juga bercerita bagaimana ia harus menghadapi kasus seorang Hakim Agung yang diduga merubah amar putusan ketika itu dan menjadi pemberitaan. “Ketika itu saya segera perintahkan sebagian pimpinan dan Badan Pengawasan (BAWAS) Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan pada Hakim Agung yang bersangkutan dan bila cukup bukti agar diajukan ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial) untuk diberhentikan dengan tidak hormat,” tegasnya.

 

Hal itu, ia sadari dapat menimbulkan kesan yang kurang baik bagi dunia peradilan karena baru pertama kali ada seorang Hakim Agung diberhentikan dengan tidak hormat. “Menurut saya kesalahan seperti ini, apalagi dilakukan oleh Hakim Agung yang notabene merupakan puncak jabatan seorang Hakim Karir, maka tiada maaf dan tidak ada toleransi. Mudah-mudahan kejadian seperti ini tidak pernah terulang lagi,” ungkapnya.

 

Menerima Penghargaan dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara (14-9-2017) atas pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Mahkamah Agung RI selama lima kali berturut–turut sejak tahun 2012-2016.

 

Dalam rangka “membenahi” badan peradilan, baru-baru ini ia mengeluarkan Maklumat Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 11 September 2017 No. 01/Maklumat/KMA/IX/2017 Tentang Pengawasan Dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Di Bawahnya secara berjenjang.

 

“Semua ini dilakukan, Pertama demi meningkatkan efektivitas pencegahan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas atau pelanggaran perilaku Hakim, Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya dengan melakukan pengawasan dan pembinaan baik di dalam maupun di luar kedinasan secara berkala dan berkesinambungan, Kedua Memastikan tidak ada lagi Hakim dan Aparatur yang dipimpinnya melakukan perbuatan yang merendahkan wibawa, kehormatan dan martabat Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, Ketiga Memahami dan memastikan terlaksananya kebijakan Mahkamah Agung khususnya di bidang pengawasan dan pembinaan di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, dan Keempat Mahkamah Agung akan memberhentikan Pimpinan Mahkamah Agung atau Pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung, apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan oleh pimpinan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan,” kata Hatta Ali.

 

“Selain itu Mahkamah Agung juga tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Hakim maupun Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya yang diduga melakukan tindak pidana dan diproses di pengadilan,” tambahnya.

 

Bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung Belanda di Netherland, Belanda

 

Kepada Men’s Obsession Hatta juga menceritakan banyak hal. Mulai dari profesi sampai hobi. Semua diulas dalam wawancara ini.

 

# SEKILAS KIPRAH HATTA ALI

Niatnya untuk menjadi seorang penegak hukum sudah tertanam sejak ia kuliah di Universitas Airlangga, Surabaya. Selepas itu, ia meniti karier di Departemen Kehakiman yang kini menjadi Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 1978 sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Tahun 1980 diangkat dalam jabatan Pemeriksa pada Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman. Dalam perjalanan tugasnya itu, Hatta sempat mengambil gelar S3 di Universitas Padjajaran, Bandung.

 

Pada Tahun 1982 lulus test menjadi Calon Hakim dan ditempatkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara lalu pada Tahun 1984 dilantik sebagai Hakim pertama di Pengadian Negeri Sabang, Aceh.

 

“Kemudian pada tahun 1990 saya dipindahkan bertugas ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Selanjutnya saya dipercaya untuk menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo pada Tahun 1995, dan tidak lama kemudian Tahun 1996 diangkat menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bitung. Pada tanggal 16 Juni 2000 saya menerima mutasi promosi untuk mengisi jabatan Ketua Pengadilan Negeri Manado, setelah bertugas sebagai Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara selama satu setengah tahun (1998),” katanya.

 

Pada tahun 2001, Hatta kembali dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tangerang. Di masa ia menjabat ini, masalah tindak pidana narkoba di Tangerang tidak ia beri ampun. Sebagai contoh pada kasus pabrik ecstasy terbesar tahun 2002 yang berlokasi di Tangerang yang ketika itu dengan terdakwa Ang Kiem Soei, Hatta sendiri yang menyidangkannya. Ia mengganjar terdakwa dengan putusan hukuman mati dan telah dieksekusi mati. Selanjutnya tahun 2003, ia dipromosikan menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar.

 

 

 

Saat Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH, M.CL menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung, tahun 2004, Hatta dipercaya menjadi Sekretaris Ketua Mahkamah Agung, lalu tahun 2005 dipromosikan menjabat sebagai Dirjen Badan Peradilan Umum. Di Tahun 2007, ia lulus menjalani test sebagai Hakim Agung. Belum genap dua tahun menjadi Hakim Agung, ia dipromosikan sebagai Ketua Muda Bidang Pengawasan (TUADAWAS) Mahkamah Agung RI dan pada akhirnya terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung RI pada 8 Februari 2012.

 

“Saat diselenggarakan Sidang Paripurna Khusus Pemilihan Ketua Mahkamah Agung saya terpilih menjadi orang nomor satu di Mahkamah Agung untuk diangkat sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2012-2017,” ujarnya.

 

Dalam masa jabatan pertama sebagai Ketua Mahkamah Agung itu Hatta terpilih menjadi presiden ASEAN Law Association (ALA) periode 2012-2015. Saat ini ia menduduki jabatan Ketua Mahkamah Agung periode kedua karena dipilih mayoritas suara dalam Sidang Paripurna Khusus tanggal 14 Februari 2017.

 

Bagi Hatta Ali, dengan tampilnya dia sebagai pucuk pimpinan sebuah lembaga yang menjadi pintu gerbang terakhir para pencari keadilan maka menjaga kredibilitas MA adalah harga mati.

 

“Keberadaan lembaga peradilan seperti MA merupakan amanat konstitusi sebagai syarat mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum atau conditio sine qua non, untuk menyediakan kepastian hukum, keadilan dan memberikan kemanfaatan pada masyarakat melalui produk-produknya. Karena itulah, sepantasnya peradilan mendapat menjadi lembaga terpercaya sehingga dapat berperan sebagai penyelesai konflik dalam masyarakat,” ungkap Hatta Ali yang meraih penghargaan “Best Achiever in Law & Democracry 2017” dalam ajang Obsession Awards 2017.

 

Soal kinerja, Hatta sejak periode pertama kepemimpinannya sudah melakukan banyak terobosan. Terbukti melalui serangkaian proses dan inovasi, Mahkamah Agung dapat memperbaiki kinerja dan performa sehingga mencapai prestasi yang dapat dibanggakan. Bahkan, Guru Besar UNAIR Surabaya ini mendapatkan penghargaan dari pemerintah yang diserahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atas pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Mahkamah Agung RI selama lima kali berturut–turut sejak tahun 2012 s/d 2016.

 

Bersama istri dan anak-anak saat pengukuhan menjadi Guru Besar Universitas Airlangga, Surabaya (2015)

 

# “PEMIMPIN HARUS PAHAM PERATURAN SEBAGAI BINGKAI KEBIJAKANNYA”

Pertanyaan yang disodorkan Men’s Obsession kepada Ketua MA, Hatta Ali dijawab dengan tuntas dan lugas di tengah kesibukan tugasnya. Mulai dari hal berat seperti reformasi di tubuh MA, hingga soal ‘me time’ dan kesukaan sang Ketua MA. Berikut petikan wawancaranya :

 

Bisa jelaskan apa saja langkah dan kebijakan yang Bapak tempuh selama kepemimpinan Bapak?

Selama menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung saya fokus dalam bidang manajerial. Manajemen kepemimpinan yang saya terapkan telah berhasil mewujudkan reformasi birokrasi sesuai blue print Mahkamah Agung yang dijabarkan dalam road map reformasi birokrasi, bahkan capaiannya melampaui target yang ditetapkan. Dalam perencanaan kebijakan, seorang pemimpin harus paham peraturan (Rule) sebagai bingkai kebijakannya. Aspek Rule lah yang akan menghindarkan benturan (friksi) dan menjamin segala sesuatu berjalan pada relnya, sekaligus menjadi rujukan atas setiap masalah yang timbul, Rule harus menjadi pondasi dan hanya dapat disimpangi apabila ada keadaan khusus yang benar-benar perlu, untuk mencegah terjadinya ketidakadilan yang sangat. Penataan organisasi mensyaratkan pengetahuan hukum yang cukup luas dan mendalam, disamping kemampuan melihat potensi dan peluang, mengalokasikan sumber daya manusia yang berkapasitas, kemampuan mempertemukan berbagai kepentingan untuk mencapai harmoni, mengkomunikasikan apa yang harus dan ingin dicapai, serta memastikan kelangsungan proses yang benar dan terjaganya Ideology.

 

Hal strategis yang sudah dan akan dilakukan untuk meningkatkan peran Mahkamah Agung?

Untuk mencapai tujuan dan optimalisasi peran Mahkamah Agung, berbagai hal strategis perlu dilakukan. Reformasi tentu menuntut biaya, karena keterbatasan disamping menggunakan anggaran rutin, Mahkamah Agung melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara lain dan membuka ruang partisipasi masyarakat antara lain melalui Non Goverment Organization untuk melakukan kajian, memetakan kondisi dan masalah lalu memilih prioritas dan membuat perencanaan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia serta merancang strategi untuk mengoptimalkan hasil.

 

Hal strategis yang akan dan sedang diupayakan ke depan adalah peningkatan pelayanan publik melalui tindak lanjut hasil kompetisi inovasi Mahkamah Agung yaitu Audio to Text Recording (ATR) yang akan memastikan kesahihan dokumentasi proses peradilan, e-SKUM yang memungkinkan masyarakat menghitung sendiri panjar ongkos perkara untuk menjamin kepastian biaya dan mengeliminir praktek KKN akibat persentuhan masyarakat pencari keadilan dengan aparat pengadilan dan Mobile Court yang memudahkan akses masyarakat yang jauh dari pengadilan menjangkau pelayanan dan memperoleh produk pengadilan. Saat ini juga sedang diupayakan penyederhanaan putusan agar para pencari keadilan dapat segera memperoleh kepastian hukum, keadilan dan manfaat dengan percepatan pengiriman putusan ke pengadilan pengaju. Untuk meningkatkan kualitas badan peradilan standarisasi pelayanan diupayakan agar satker-satker pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya mendapat Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan sesuai ISO 9001:2008 yang diperbaharui dengan menjadi ISO 9001:2015 serta International Framework for Court Excellent demi optimalisasi reformasi menuju visi Mahkamah Agung yaitu terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung.

 

Apa saja kendala dan tantangan memimpin MA dalam kondisi saat ini, terutama dalam mereformasi MA?

Reformasi Mahkamah Agung bukan proses yang mudah karena sebagai pucuk pimpinan di lembaga yang memiliki 832 Satuan Kerja (Satker), saya harus dapat memotivasi peningkatan kinerja dari 31.406 orang pegawai serta efektivitas dan efisiensi reformasi birokrasi Mahkamah Agung. Tantangan cukup berat yang dihadapi Mahkamah Agung yaitu terakhir kali recruitment Calon Hakim diadakan pada tahun 2011. Ketiadaan recruitment selama 6 tahun dan pemekaran wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota berimbas pada penambahan jumlah pengadilan. Keadaan ini membuat jumlah tenaga Hakim di pengadilan sangat kurang sehingga penerimaan Hakim menjadi urgent. hambatan formasi calon Hakim yang terkendala peraturan tentang peralihan status Hakim sebagai PNS menjadi pejabat negara, yang berimbas pada perubahan sistem kepegawaian termasuk sistem penggajian Hakim. Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mengenal nomenklatur calon pejabat negara terutama bagi jabatan Hakim. Beleid ini hanya mengatur ASN bisa menjadi pejabat negara. Perubahan sistem kepegawaian ini juga menyebabkan tiadanya anggaran untuk Pendidikan dan Pelatihan Hakim yang selama ini dialokasikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, padahal sebelum dilantik dan menjalankan tugas sebagai Hakim, seorang calon Hakim disyaratkan terlebih dahulu harus mengikuti dan lulus Diklat Cakim. Terkait proses legislasi Undang-Undang Jabatan Hakim ada beberapa wacana yang dikembangkan dan sempat dibahas yang menurut saya berbahaya.

 

Berbahaya bagaimana?

Misalnya wacana penurunan usia pensiun Hakim, padahal ada kecenderungan dari semua negara itu semakin tinggi usia pensiun hakimnya. Bahkan di beberapa negara sudah lebih dari 70 tahun. Malaysia itu 66 tahun kalau hakim agung, tetapi sudah dimajukan ke parlemennya untuk dinaikan juga menjadi 70 tahun. Jadi di beberapa negara pada umunya sudah naik. Belanda juga umur pensiunnya 70 tahun. Nah, sekarang apa alasannya usia pensiun hakim di Indonesia diturunkan? Hal ini tidak memiliki dasar kuat, disamping itu, pensiun dini Hakim akan sangat mempengaruhi proses penyelesaian perkara di Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya. Lalu, ada pemikiran supaya ada shared responsibility. Masalah man, money, and material itu tidak lagi berada di Mahkamah Agung. Ini merupakan set back. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman adalah amanah yang dijamin oleh UUD 1945, namun kenyatannya tidak demikian.

 

Maksudnya, Pak?

Pada masa Orde Lama, dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 pada pokoknya dinyatakan bahwa pengadilan adalah alat revolusi sehingga Presiden dapat melakukan intervensi dalam urusan pengadilan. Undang-Undang tersebut juga mengatur bahwa urusan organisasi, administrasi dan finansial pengadilan berada di bawah eksekutif (Departemen) sementara urusan teknis berada di bawah Mahkamah Agung. Di masa orde baru, Ketua MA disejajarkan dengan para menteri. ”Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, sistem dua atap dalam pengelolaan pengadilan masih dipertahankan. Akibatnya seorang hakim menggantungkan dirinya (dependent) kepada dua lembaga, pemerintah dan Mahkamah Agung. Otaknya hakim berada di MA, sedangkan perutnya, menyangkut gaji, promosi dan mutasi berada di Kementerian/Pemerintah.

 

Merujuk pada sejarah terbit TAP MPR X/MPR/1998, terkandung semangat ingin mengembalikan supremasi hukum di Indonesia yang ditindaklanjuti dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, maka akhirnya urusan organisasi, finansial, dan administratif dari pengadilan berada satu atap di bawah Mahkamah Agung. Selain itu, tentang wacana promosi jabatan diambil alih atau ditentukan oleh lembaga lain misalnya. Dalam menyeleksi hakim untuk dipromosikan menempati jabatan pimpinan, Mahkamah Agung tidak hanya melihat aspek manajerial kepemimpinannya saja. Tapi dilihat juga sejauh apa pengetahuan teknisnya. Itu dua kemampuan yang wajib dinilai. Nah, bagaimana cara lembaga lain menilai kemampuan teknis yudisial dari seorang hakim sedangkan mereka tidak pernah memeriksa dan memutus perkara. Wacana periodisasi masa jabatan hakim juga itu sangat berbahaya apalagi jika periodisasi itu ditentukan oleh Pemerintah atau DPR. Jika sampai benar-benar diterapkan maka bisa dipastikan hakim akan bekerja dengan khawatir dan cenderung menjadi safety player untuk mengamankan posisinya, lalu bagaimana ia bisa memberikan keadilan dan kepastian hukum?

 

Lalu, apa saja kendala dan tantangan terberat yang dihadapi Bapak selama menjalankan kepemimpinan?

Pada saat baru menjabat, tugas berat menanti. Kebijakan penerapan sistem kamar yang dicanangkan Ketua Mahkamah Agung sebelumnya masih merupakan cikal bakal. Selain itu isue utama yang menjadi tuntutan masyarakat adalah penumpukan perkara di Mahkamah Agung yang sekian lama belum diputus. Disamping itu ada Hakim Agung yang diduga merubah amar putusan. Ketika itu saya segera perintahkan sebagian pimpinan dan Badan Pengawasan (BAWAS) Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan pada Hakim Agung yang bersangkutan dan bila cukup bukti agar diajukan ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial) untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Ini saya sadari menimbulkan kesan yang kurang baik bagi dunia peradilan karena baru pertama kali ada seorang Hakim Agung diberhentikan dengan tidak hormat. Tapi menurut saya kesalahan seperti ini, apalagi dilakukan oleh Hakim Agung yang notabene merupakan puncak jabatan seorang Hakim Karir, maka tiada maaf dan tidak ada toleransi. Mudah-mudahan kejadian seperti ini tidak pernah terulang lagi.

 

Apa langkah yang Bapak lakukan untuk mengatasi kendala atau tantangan terberat dalam melaksanakan tugas?

Dalam rangka pengawasan Mahkamah Agung berdampingan dengan Komisi Yudisial, namun ada hal dirasakan yang cukup merugikan Mahkamah Agung. Dengan adanya keterbukaan informasi dilakukan publikasi pelanggaran oknum hakim. Hal ini di satu sisi baik namun punya side effect yang merusak, karena menyebabkan nama baik Mahkamah Agung secara umum ikut tercoreng dan mengakibatkan kepercayaan masyarakat menurun. Satu orang Hakim yang menyimpang diungkapkan ke publik, maka masyarakat akan menggeneralisir menilai yang lain sama saja sehingga tak mempercayai putusan pengadilan akibatnya mereka terus melakukan upaya hukum untuk coba-coba sampai perkaranya dimenangkan, ini menyebabkan masalah tunggakan perkara di Mahkamah Agung sulit diatasi. Mengenai perlakuan bagi Hakim yang melakukan penyimpangan tidak bisa disamakan dengan warga lain, harus diperhatikan dalam melakukan tindakan agar tidak memalukan jabatan hakim karena hakim itu judicial service bukan civil service, harus ada imunitas khusus dengan tujuan menjaga martabat dan tidak mempermalukan lembaga. Mengembalikan kepercayaan masyarakat akibat perbuatan segelintir orang bukan hal yang mudah meskipun banyak hal baik sudah diraih dan dilakukan Mahkamah Agung.

 

Berdasarkan hasil studi banding MA di berbagai Negara, saya melihat sangat jarang memberhentikan seorang Hakim apabila berbuat suatu kesalahan yang sifatnya sangat fatal. Namun, para Hakim nakal tersebut tanpa dipublikasikan, mereka disuruh mengundurkan diri dari jabatannya, terkecuali yang melakukan tindak pidana. Hal ini telah dipraktekkan di berbagai negara. Dengan demikian, trust masyarakat terhadap badan peradilan menjadi sangat tinggi.

 

Selama ini berbagai hal telah dilakukan untuk meningkatkan integritas Hakim dan pegawai Mahkamah Agung. Sebagai upaya preventif mencegah pelanggaran dan penyimpangan, Pimpinan Mahkamah Agung memonitoring kewajiban para Hakim dan para pejabat wajib lapor LHKPN untuk melaporkan harta kekayaan ke KPK, sehingga dalam tiga tahun terakhir terjadi peningkatan kepatuhan pelaporan dan Mahkamah Agung mencatat prestasi yang sangat dihargai KPK yaitu: pada tahun 2016 dari jumlah 13.619 penyelenggara negara yang wajib lapor LHKPN di MA dan badan peradilan di bawahnya, jumlah yang telah melaporkan LHKPN ke KPK sebanyak 12.088 atau sekitar 88,76%. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi di antara seluruh Kementerian dan Lembaga di Indonesia.

 

Langkah yang dilakukan dalam rangka mengeliminir pelanggaran disiplin dan KKN?

Kami, Mahkamah Agung menerapkan zero tolerance terhadap pelaku KKN. Kebijakan pengawasan melekat dan berjenjang diberlakukan dengan menerbitkan Perma Nomor 7 tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya, Perma Nomor 8 tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya dan Perma Nomor 9 tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya. Kemudian untuk memudahkan akses masyarakat melaporkan pelanggaran/penyimpangan oknum di Mahkamah Agung, pada tanggal 29 September 2016 diluncurkan aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Mahkamah Agung RI (SIWAS MARI) yang merupakan jawaban atas amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukan Informasi Publik dan mendukung pelaksanaan Perma Nomor 9 tahun 2016.

 

Berkaitan dengan kekurangan Hakim, berkat pendekatan persuasif dan berkesinambungan yang didukung data yang kuat tentang urgensi kebutuhan Calon Hakim, saat ini Presiden dan Kemenpan RB telah menyetujui formasi Hakim yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2017 yang menyempurnakan Perma Nomor 6 tahun 2016. PERMA Nomor 2 Tahun 2017 merupakan kebijakan yang bersifat crash program. Untuk sementara, kami masih menyetujui rekrutmen dilakukan dengan mekanisme CPNS. Ini karena kondisi darurat. Kita sudah sangat kekurangan Hakim. Jika ini tidak segera diatasi, akan terjadi stagnasi di daerah. Ada banyak pengadilan yang hakimnya tersisa hanya 3 orang. Ibaratnya, ketiga hakim ini tidak boleh sakit dan tidak boleh cuti. Karena kalau salah satunya sakit atau cuti, tidak akan jalan persidangan. Apalagi ada Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan 86 pengadilan baru. Sampai saat ini Keppres itu belum bisa kita jalankan, karena tidak ada tenaga hakimnya. Karena Keppres ini tidak dapat dijalankan maka Presiden sendiri akhirnya menyadari bahwa memang kita ini kekurangan hakim.

 

Apa yang perlu ditingkatkan dalam pelaksanaan tugas di MA?

Kesejahteraan perlu ditingkatkan, terutama rasa aman saat purnabakti. Terkait banyaknya penyalahgunaan wewenang oleh pegawai dan upaya preventif mencegah tindak pidana korupsi, secara sosiologis para pelaku yang melakukan korupsi dengan menyalahgunakan wewenang memikirkan masa depannya saat pensiun, misalnya di luar negeri pensiunan memperoleh 70% dari take home pay sedangkan di Indonesia begitu pensiun penghasilannya terjun bebas, maka perlu juga memikirkan nasib Hakim dan pegawai setelah pensiun. Hal ini akan sangat mengurangi penyalahgunaan wewenang, jika penghasilan sudah baik tapi masih tetap menyalahgunakan wewenang maka tiada ampun. Kami juga menampung banyak aspirasi para Hakim mengenai masih banyaknya fasilitas dan hak-hak konstitusional yang dinyatakan dijamin dalam Undang-Undang namun selama ini belum dipenuhi pemerintah.

 

Sejatinya, apa yang ingin Bapak tinggalkan untuk MA jika telah pensiun?

Saya ingin menjadikan Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya merupakan peradilan modern yang mengaplikasikan perangkat elektronik (elektronic court) untuk memudahkan akses masyarakat pada peradilan dan peradilan yang agung karena hakim-hakim dan supporting unit yang berintegritas serta profesional.

 

Siapa yang menjadi inspirator Bapak dalam memimpin MA?

Saya mengambil pelajaran dari siapa saja yang bisa dijadikan tauladan Inspirator, dari para Ketua MA pendahulu saya, saya ambil dan teruskan yang baik sambil terus mengembangkan inovasi.

 

Apa filosofi dalam menjalankan roda kepemimpinan?

Selama manusia masih diberikan amanat suatu pekerjaan atau jabatan, maka dia harus melaksanakannya dengan sungguh sungguh, bekerja dengan keras, tulus ikhlas dan jujur di dalam melaksanakan pekerjaan dan tidak berbuat macam-macam sehingga tidak ada beban di dalam pekerjaan. Pemimpin harus menjadi figur tauladan bagi anak buah dalam segala hal dan mampu mencetak pemimpin-pemimpin baru sebagai penerus tongkat estafet kepemimpinan serta menerapkan dan mendorong zero mistake tolerance. Mempraktekkan filosofi ini harus dengan sikap kedisiplinan yang tinggi dari kita sendiri karena sikap disiplin juga merupakan salah satu kunci kesuksesan.

 

Apakah masih ada obsesi dalam karier Bapak?

Di lembaga yudikatif dapat dikatakan saya sudah mencapai jenjang tertinggi. Sebenarnya bukan obsesi, hanya keinginan berbuat lebih karena saya menganggap pekerjaan merupakan amanah sekaligus ibadah. Jika ada kesempatan dan diberikan kepercayaan untuk mengemban amanah oleh rakyat, setelah pensiun di Mahkamah Agung saya berharap lebih mampu bermanfaat dalam lingkup yang lebih luas di masyarakat. Saya ingin dapat melakukan penataan pada berbagai aspek kehidupan di Indonesia dengan menjadikan hukum benar-benar sebagai panglima. Saya percaya pengalaman selama memimpin dan menggerakkan peningkatan kinerja 832 Satuan Kerja (Satker) Mahkamah Agung yang tersebar di seluruh Propinsi di hampir seluruh Kabupaten/Kota ini, merupakan aset berharga yang akan bermanfaat untuk menggerakkan setiap elemen masyarakat untuk bersinergi bersama mencapai tujuan negara Indonesia yang adil dan makmur.

 

Bersama keluarga tercinta di New Zealand

 

#ME TIME SANG KARATEKA

Di balik load kerja yang tinggi, mantan pimpinan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Airlangga serta aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), ini ternyata punya waktu pribadi atau me time yang dikelolanya dengan sangat efektif.

 

“Meskipun kesibukan menyita waktu saya selalu berusaha menjaga komunikasi dan menyediakan waktu kebersamaan yang berkualitas dengan keluarga. Selain berkumpul bersama keluarga setiap hari saya juga berusaha menyempatkan liburan bersama keluarga,” katanya.

 

Membaca, diakui Hatta merupakan hobi sekaligus kewajiban yang harus dijalani. Tapi untuk urusan menjaga fisik, ia melakoni sejumlah olahraga. “Saya selalu berusaha menjaga kondisi fisik dengan olahraga secara rutin. Dahulu saya senang dengan olahraga yang bisa meningkatkan adrenalin seperti balap motor, main bola, tenis serta yang mengandalkan fisik seperti beladiri karate,”tegasnya.

 

Bahkan, Hatta mungkin satu-satunya pimpinan lembaga yang pernah mendapatkan kenaikan DAN VI (enam) dari Institut Karate-Do Nasional (INKANAS). “Namun sekarang saya lebih banyak jogging dan kalau sempat bermain golf atau sekedar latihan memukul bola di driving range,” pungkasnya. ***

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.