Jumat, 19 April 24

Menristek Dikti Karantina 243 PT Non Aktif

Menristek Dikti Karantina 243 PT Non Aktif
* Muhammad Nasir mengaku telah menurunkan tim guna seleksi para PT non aktif. (Yusuf IH)

Semarang, Obsessionnews – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) bermaksud mengkarantina 243 Perguruan Tinggi (PT) yang beberapa waktu lalu dinonaktifkan karena diduga melanggar aturan pendidikan. Ke-243 PT tersebut tersebar di seluruh Indonesia mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek), Muhammad Nasir bakal membina seluruh PT yang masuk dalam daftar penonaktifan supaya lembaga pendidikan tertinggi itu menjadi lebih baik.

“Proses-proses ini harus saya lakukan full supaya PT-PT itu kami masukan karantina. Dikarantina setelah itu saya seleksi satu persatu,” ujar dia usai acara pengukuhan guru besar di Universitas Diponegoro, Sabtu (3/9/2015)

Dikatakan semua pelanggaran PT akan dibenahi dan diperbaiki. Proses karantina yang dimaksud dengan menurunkan tim untuk melihat permasalahan ke-243 PT. Tindakan ini sebagai respon pemerintah atas celah yang sempat membuat heboh dunia pendidikan Indonesia.

“Yang selama ini memang tidak pernah diperhatikan pada pemerintahan sebelumnya. Ini yang harus kita jaga betul supaya mutu pendidikan Indonesia makin baik,” tegas dia.

Kecurangan jual beli ijazah juga menjadi sorotan pihak kementrian. Beberapa kasus jual beli ijazah seperti terjadi di Jakarta, Bali dan Medan telah diproses hukum. Ia mengaku tidak segan-segan memproses kasus jual beli ijazah hingga ke ranah hukum.

Sementara para mahasiswa PT nonaktif, Nasir mengaku tetap memperhatikan dan melindungi mereka dengan menyeleksi terlebih dahulu, apakah mahasiswa mengikuti pembelajaran atau tidak.

“Tetapi kalau tidak melalui proses yg benar, ini yg harus kita hentikan,”terangnya.

Kedepan, guna mencegah tidak berimbangnya rasio dosen dan mahasiswa, Nasir telah mengeluarkan peraturan menteri nomor 26 tahun 2015. Seperti diketahui, banyak PT beralasan jumlah dosen dan mahasiswa tidak sepadan karena beberapa dosen berasal dari pensiunan.

“Jadi sudah tidak ada alasan lagi, karena jumlah dosen yg terbatas, rasio yg tidak sesuai,” pungkasnya. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.