Selasa, 16 April 24

Mantan Anak Buah SBY Dihabisi

Mantan Anak Buah SBY Dihabisi
* Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Cahyo/presidenri.go.id)

Jakarta, Obsessionnews.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah bersilaturahmi dengan sejumlah pimpinan partai politik (parpol), ulama, dan tokoh masyarakat. Mereka yang diundang ke Istana Presiden antara lain Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Ketua Umum Hanura Wiranto (sebelum digantikan Oesman Sapta), dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

Salah satu tokoh yang belum diundang Jokowi adalah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski tak lagi menjabat presiden,  SBY dinilai masih berpengaruh besar di Indonesia.  Partai yang dipimpinnya, Partai Demokrat, menjadi penyeimbang – untuk tidak menyebut oposisi – terhadap kekuasaan.  Belum ada pernyataan resmi dari Istana apakah ada agenda Jokowi untuk mengundang Presiden RI dua periode (2004-2009 dan 2009-2014) tersebut.

Diketahui publik hubungan Jokowi-SBY kurang harmonis. Mereka sering saling menyindir. Hubungan  mereka semakin memanas ketika mencuat kasus penistaan agama yang diduga oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ucapan Ahok yang menyinggung soal Al-Quran surat  Al Maidah ayat 51. Omongan calon Gubernur DKI pada Pilkada 2017 yang diusung PDI-P, Nasdem, Hanura, dan Golkar tersebut memicu kemarahan umat Islam dan melaporkannya ke polisi. Umat Islam yang dikoordinir oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Aksi Bela Islam pada Jumat (14/10/2016), Aksi Bela Islam 2 pada Jumat (4/11/2016), dan Aksi Bela Islam 3 pada Jumat (2/12/2016), yang menuntut Ahok dutangkap dan dipenjara.

Aksi Bela Islam 3 pada Jumat (2/12/2016) yang menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dipenjara karena diduga menista agama. (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri kemudian menetapkan Ahok sebagai tersangka dugaan penistaan agama pada Rabu (16/11/2016). Selanjutnya berkas Ahok dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Status Ahok berubah menjadi terdakwa ketika diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016). Hingga kini Ahok telah tujuh kali menjalani sidang.

SBY pun angkat bicara kasus Ahok. Menjelang  Aksi Bela Islam 2 SBY menggelar konferensi pers di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11/2016). SBY minta Ahok harus diproses secara hukum.

“Kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, Pak Ahok mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum,” ujarnya.

Mantan Anak Buah SBY Dibidik Aparat Penegak Hukum

Di tengah memanasnya hubungan SBY-Jokowi, publik dikejutkan oleh berita operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di sebuah mal di Jakarta, Rabu (25/1/2017). Sehari kemudian, Kamis (26/1), KPK menetapkan Patrialis sebagai tersangka dugaan suap terkait uji materiil terhadap Undang-undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

Mantan Menteri Hukum dan HAM di era SBY itu ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya. Mereka masing-masing Basuki Hariman (BHR) dari pihak swasta, Sekretarisnya, NG Fenny (NGF), seorang perantara dari perusahaan swasta bernama Kamaludin (KM).

“Diduga BHR memberikan hadiah atau janji kepada PAK tersebut adalah terkait dengan permohonan uji materiil undang-undang nomor 41 tahun 2014 tadi,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (26/1/2017).

Basaria mengatakan dalam rangka pengurusan perkara dimaksud Basuki dan Fenny selaku importir daging melakukan pendekatan kepada Patrialis melalui Kamaludin. Hal ini dilakukan keduanya agar bisnis impor daging mereka dapat lebih lancar. Patrialis diduga menerima hadiah berupa uang senilai 20 ribu USD dan 200 ribu dolar Singapura.

“Setelah pembicaraan PAK menyanggupi akan membantu agar permohonan uji materiil tersebut dengan nomor 129/PUU.12/2015 dimaksud dapat dikabulkan oleh MK,” jelasnya.

Sebagai penerima Patrialis dan Kamaludin disangka melanggar pasal 12 huruf c atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidan Korupsi, junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Sedangkan Basuki Hariman bersama sekretarisnya Fenny disangka melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Penetapan para tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK di tiga lokasi berbeda di Jakarta, yakni di lapangan Golf Rawamangun kantor Basuki di daerah Sunter Jakarta Utara dan di Grand Indonesia.

Dalam penangkapan tersebut, selain mengamakan 11 orang, KPK juga menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing serta draft putusan perkara MK. 7 orang terpaksa dilepas KPK karena belum cukup bukti.

Selain Patrialis, mantan anak buah SBY lainnya yang juga dihabisi adalah Emirsyah Satar. KPK menetapkan mantan Direktut Utama PT Garuda Indonesia ini dan pendiri Mugi Rekso Abadi Group, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka, Kamis (19/1/2017). Mereka diduga terlibat suap dalam proyek pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia Tbk, tahun 2005/2014.

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. (Foto: TEMPO)

Dalam proyek pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia Tbk, tahun 2005/2014 sebanyak 50 unit, Emirsyah  diduga menerima suap dari Soetikno berupa uang senilai 1,2 juta Euro, dan 180 ribu dollar Amerika Serikat atau setara Rp 20 miliar. Tidak hanya itu, Emirsyah juga menerima barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Atas perbuatannya tersebut, Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Sedangkan Soetikno disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1)  KUH Pidana.

Orang dekat SBY lainnya yang juga dibidik aparat penegak hukum adalah mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini menetapkan Dahlan sebagai tersangka dugaan korupsi kasus penjualan PT Panca Wira Usaha (PWU), sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

Yang juga menjadi sasaran tembak aparat hukum adalah Gamawan Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri di era SBY. Gamawan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Yang juga diincar adalah Sylviana Murni, mantan Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pariwisata dan Kebudayaan.  Sylviana maju sebagai calon wakil gubernur DKI pada Pilkada DKI 2017, dan berpasangan dengan putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono.  Duet Agus-Sylvi diusung oleh Partai Demokrat, PKB, PPP, dan PAN.

Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.

Untuk menjegal langkahnya di Pilkada, Sylvi mendapat banyak serangan kampanye hitam. Antara lain mantan Wali Kota Jakarta Pusat ini diisukan terlibat dalam dugaan korupsi dana Pramuka.  Jumat (20/1/2017) penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri memeriksa Sylvi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI di Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Tahun 2014 dan 2015.

Saat menjadi presiden SBY gencar memberantas korupsi. Sejumlah kepala daerah dipenjara karena terbukti korupsi. Kini orang-orang SBY dibidik oleh aparat penegak hukum. Apakah ini merupakan partai ‘balas dendam’ oleh penguasa sekarang?  (arh)

Baca Juga:

Orang-orang SBY Jadi Sasaran Tembak Rezim Jokowi?

Jokowi Ingatkan SBY Gak Perlu Banyak Keluhan

Diusulkan Jadi Capres, SBY Layaknya Hanya Jadi Mentor

SBY Capres Lagi, Indonesia Tak Akan ‘Naik Kelas’

SBY Potensial Tangkal Komunisme

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.