Kamis, 25 April 24

Jokowi Perlu Ketemu SBY, Untuk Kendalikan Situasi

Jokowi Perlu Ketemu SBY, Untuk Kendalikan Situasi
* Jokowi dan SBY.

Jakarta, Obsessionnews.com – Wacana agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terus bergulir. Pengamat sosial dan politik dari Universitas Presiden, Muhammad AS Hikam, berpendapat usulan pertemuan Jokowi dan SBY itu perlu diperhatikan secara serius dan diakomodasi oleh Istana. Hal ini sebagai semacam sentuhan akhir atau finishing touch dalam mengupayakan stabilisasi politik di tingkat elite yang dewasa ini mengalami kegoncangan menyusul kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif  DKI  Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pengamat sosial dan politik dari Universitas Presiden, Muhammad AS Hikam.
Pengamat sosial dan politik dari Universitas Presiden, Muhammad AS Hikam.

“Hal ini penting agar Presiden Jokowi semakin memiliki confidence bahwa beliau benar-benar telah dapat mengendalikan situasi. Dan khususnya mengisolasi pihak-pihak yang berusaha memakai kasus Ahok tersebut sebagai papan loncat bagi tujuan akhir berupa pergantian rezim (regime change) melalui gerakan massa yang didasari primordialisme dan sektarianisme,” kata Hikam seperti dikutip Obsessionnews.com dari blog The Hikam Forum, Rabu (23/11/2016).

Menurut Hikam, Jokowi dan aparat hukum serta keamanan telah cukup efektif melakukan tindakan preventif melalui percepatan proses hukum terhadap Ahok. Selain itu juga menciptakan rasa aman bagi publik melalui kinerja Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam menghadapi kemungkinan terjadinya demo susulan pasca 411.

Kendati mendapat kritik dari beberapa pihak, seperti Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) terkait pembatasan demo 2 Desember,  kata Hikam, tetapi publik tampaknya cenderung menanggapi positif  alasan-alasan yang dikemukakan oleh Kapolri yang juga didukung oleh Panglima TNI dan Jokowi.

Hikam mengungkapkan, statemen Kapolri dan Panglima TNI terkait adanya agenda makar pada aksi-aksi demo susulan  pada 25 November  atau 2 Desember juga memberikan efek politis dan psikologis, yang berdampak kepada rencana demo tersebut.

Last but not least, safari “blusukan ke atas” dan juga pertemuan-pertemuan yang dilakukan Presiden Jokowi dengan para elite politik, mampu mencairkan ketegangan politik. Dan bahkan munculnya berbagai statemen dari ormas-ormas Islam besar yang mengimbau agar umat Islam tidak mengikuti aksi demo 212,” ujar mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu.

Ia menambahkan, pemulihan stabilitas politik yang relatif cepat ini tentu akan lebih signifikan apabila Jokowi juga mengajak SBY di dalamnya. Setidaknya untuk menunjukkan tindakan Jokowi adalah keinginan menciptakan inklusivisme politik menghadapi ancaman bersama, yakni politik sektarian yang membahayakan kepentingan nasional bersama.

“Kendati SBY memiliki kepentingan politik dalam pemenangan Pilkada DKI, tetapi tak berarti bahwa beliau harus dikesankan berada dalam lingkup pengaruh atau satu kubu dengan kepentingan gerakan kaum sektarian tersebut,” katanya.

Hikam menganggap bahwa ancaman kelompok sektarian ini harus bisa diminimalisasi secara efektif di Jakarta, agar tidak menciptakan efek bola salju di daerah- daerah. Sebab ia yakin bahwa aksi 411 yang lalu bisa menginspirasi kelompok-kelompok sektarian untuk melakukan konsolidasi di daerah-daerah . Dan hal ini bisa dicegah dengan adanya kesamaan visi dan kesatuan para elite politik menghadapi ancaman yang nyata dan hadir bagi NKRI tersebut.

Pertemuan antara Jokowi dan SBY, kata Hikam, dengan demikian cukup urgen untuk segera dilakukan karena akan memperkokoh “barisan nasional” vis-a-vis ancaman sektarianisme dan primordialisme yang  dicoba dipakai untuk tujuan regime change dan mengubah NKRI. Model regime change seperti ini telah dilakukan di berbagai negara yang hasilnya terbukti hanya mengakibatkan kehancuran tatanan masyarakat dan kehidupan bernegara.

“Indonesia tak boleh menjadi Suriah kedua atau terbenam dalam konflik horizontal seperti  negara-negara lain,” tandasnya.

Kaum radikal dan sektarian, tambahnya, perlu dibatasi geraknya agar pemerintah dan rakyat Indonesia bisa melanjutkan upaya mengejar ketertinggalan dan menciptakan kemajuan. Semoga! (@arif_rhakim)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.