Rabu, 24 April 24

Jenderal Pol Tito Karnavian Terapkan Revolusi Mental di Tubuh Polri

Jenderal Pol Tito Karnavian Terapkan Revolusi Mental di Tubuh Polri
* Jenderal Pol Tito Karnavian, Kapolri termuda sepanjang sejarah Polri.

Rekam jejaknya yang bersih didukung seabrek prestasi menjadikan sosok Tito diyakini mampu melakukan reformasi yang fokus mengatasi budaya korupsi, hedonis, dan konsumtif tersebut. Penguatan reformasi kultural di tubuh Polri menjadi agenda yang dilakukan Kapolri ini.

Tampil sebagai Kapolri termuda sepanjang sejarah Polri tak menyurutkan langkah Tito Karnavian. Kinerja Tito yang brilian, yang tercatat dalam rekam jejaknya, mendapat apresiasi langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

revisi-final-ok

Selama ini Tito dinilai telah bekerja dengan cerdas, taktis, tegas, berani, dan tak tebang pilih. Hal itu seolah menggenapi gaya pemerintahan Presiden Jokowi yang kreatif, profesional, dan terus bergerak.

Ditetapkannya Tito sebagai Kapolri pada 14 Maret 2016 pun tak banyak mengundang kontroversi. Kehadiran Tito dinilai sebagai langkah berani untuk menerapkan Revolusi Mental di tubuh Polri. Terlebih lagi, Tito memang berkehendak untuk memperkuat reformasi yang dianggapnya stagnan sepanjang 18 tahun ini.

Salah satu bidikan Tito untuk melakukan reformasi kultural adalah dari sektor anggaran. Tito menilai, proporsi anggaran saat ini menunjukkan Polri bukan institusi yang baik. Pasalnya, 62 persen anggaran dihabiskan untuk belanja pegawai, 28 persen belanja operasional, dan 10 persen belanja modal. Alhasil, terlihat banyak uang habis untuk gaji.

Sementara untuk menekan belanja pegawai, Tito menerapkan kebijakan dengan melakukan prinsip pengetatan rekrutmen, yaitu hanya akan mengganti anggota yang sudah pensiun dan tak akan ada rekrutmen berdasarkan rasio.

Pola rekrutmen berdasarkan rasio disinyalir memiliki potensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Sebab, 50 ribu orang anggota Polri tidak diberi rumah dan belanja operasional. Perumahan bagi anggota Polri saat ini baru mencukupi sekitar 14 persen. Ujung-ujungnya, dikhawatirkan ada anggota Polri yang cari ‘sampingan’ koruptif.

Untuk menunjang keberhasilan reformasi di tubuh Polri tersebut, Tito berharap tunjangan kinerja Polri dapat dinaikkan hingga 100 persen pada 2019, dengan belanja operasional naik secara bertahap menjadi 40-45 persen. Bila itu dipenuhi, Tito yakin tidak ada lagi anggota Polri yang hidup mencari sampingan.

Kesungguhan Tito melakukan reformasi juga tampak dari komitmennya untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan jajaran di semua level, baik di tingkat Polda, Polres, hingga Polsek. Untuk itu, Tito pun tak segan blusukan ke daerah. Cara itu sekaligus untuk menekan perilaku negatif anggota Polri.

“Penanganan perilaku koruptif harus paralel melalui perbaikan kesejahteraan. Di level mana pun polisi harus menghindari setoran dari sumber-sumbernya. Kelak, bila sudah sejahtera, yang dikejar hanya prestasi. Inilah wujud zona integritas untuk menjauhkan diri dari praktik korupsi,” ujar Tito penuh yakin.

Sikap tegas dan berani mengambil keputusan tampaknya akan menjadi warna dalam kepemimpinan Tito di Polri. Soal tegas dan berani ini seolah menjadi kisah yang tak lepas dari sosok kelahiran Palembang, 26 Oktober 1964 tersebut.

Garis tangan Tito sepertinya memang ditakdirkan sebagai pemburu buronan. Sudah banyak kasus yang diselesaikan Tito, termasuk di antaranya ketika Tim Kobra yang dipimpinya berhasil menangkap Tommy Soeharto atas kasus pembunuhan Hakim Agung Safiuddin Kartasasmita.

Tito juga berhasil membongkar jaringan teroris yang dipimpin Noordin M Top, menumpas Doktor Azhari, dan beberapa kasus yang melibatkan teroris lainnya, sehingga tak salah jika ia dinilai berhasil saat menjabat Kepala Densus 88 Anti Teror.

Di kalangan Polri, Tito juga dikenal sebagai salah satu jenderal cerdas yang suka sekali bersekolah. Peraih bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik dari Akademi Kepolisian (Akpol) lulusan tahun 1987 itu bahkan telah meraih titel doktoral. Gelar MA di bidang Police Studies diraih jenderal bintang empat pertama dari angkatannya itu dari University of Exeter, Inggris pada 1993.

Menyelesaikan pendidikan S-1 di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 1996, Tito mendapatkan Bintang Wiyata Cendekia sebagai lulusan terbaik PTIK. Tito juga menyelesaikan pendidikan di Massey University Auckland di Selandia Baru pada 1998 dalam bidang Strategic Studies, dan mengikuti pendidikan di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura (2008) sebagai kandidat PhD dalam bidang Strategic Studies. Maret 2013 ia menyelesaikan PhDnya dengan nilai excellent.

Berbagai prestasinya yang cemerlang tersebut membuat Tito terpilih sebagai salah seorang dari 71 Tokoh Berpengaruh 2016 versi Majalah Men’s Obsession edisi Agustus 2016. (Fath)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.