Oleh: Ustadz Felix Siauw, Penulis dan Pengemban Dakwah
Umar bin Khaththab, penggembala kambing yang perangainya terkenal kasar dan keras itu, tak ada yang berani mengusiknya, sebab tak ingin menanggung akibatnya.
Saat menemukan Islam, maka lisannya diarahkan lembut pada sesama, air matanya berderai saat ingat dosanya, punggungnya ia gunakan membantu mereka yang lemah.
Pedang yang tadinya terhunus pada Rasulullah Muhammad dan siapapun pengikutnya, lalu diarahkan lurus pada mereka siapa penentang dan pembenci dakwah Islam.
Islam mengubah Umar bin Khaththab. Lalu mengapa Islam tidak mengubah kita yang tak seberapa dibanding Umar? Ataukah hati kita yang jauh lebih bebal dan keras?
Islam melembutkan yang keras, menyambungkan yang terputus, menyatukan yang terpisah, mendamaikan yang berselisih, membuat kita saling mencinta karena Allah.
Jika sebelum engkau mengkaji Islam bisa menerima perbedaan aqidah, dan saat mengkaji Islam lantas semua hukum fiqih harus sama denganmu, engkau bermasalah.
Jika sebelum engkau mengkaji Islam orang bermaksiat saja engkau kawani, tapi setelah mengkaji Islam, kawanmu hanya mau yang satu pengajian saja, engkau bemasalah.
Jika kajianmu mendekatkan dirimu pada Allah, menenangkan batinmu, membuatmu lebih cinta pada agama ini dan berjuang di dalamnya, bukankah aku juga saudaramu? (*)