Sabtu, 20 April 24

Ini Poin Revisi UU Pemilu yang Rawan Digugat

Ini Poin Revisi UU Pemilu yang Rawan Digugat

Jakarta, Obsessionnews.com – DPR RI tengah dikejar target untuk segara merampungkan revisi UU Pemilu. Sebab, pelaksanaan Pemilu 2019 sudah semakin dekat. Semangat dari revisi ini awalnya menginginkan pemilihan umum presiden dan anggota legislatif dilakukan secara serentak.

Namun, belakangan poin-poin dari pasal-pasal yang ingin direvisi melebar. Anggota DPR menginginkan revisi tidak hanya mengatur mengenai persoalan Pemilu serentak, melainkan juga menyangkut mengenai tata aturan partai dalam mengikuti Pemilu.

Anggota Komisi II DPR, Hetifah‎ Sjaifudian, mengatakan, seluruh fraksi telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam revisi UU Pemilu.  Menurutnya, semua partai punya kepentingan dalam revisi tersebut, sehingga sejumlah poin yang sudah disepakat akan menjadi perdebatan sengit. ‎‎

”Terutama sistem pemilu, presidential threshold, parliamentary threshold, district magnitude, dan metode konversi suara ke kursi,” kata Hetifah saat dihubungi, Kamis (19/1/2017).

Ia menyebut untuk membahas satu poin saja membutuhkan perdebatan yang panjang. Misalnya soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Sejumlah partai ada yang menginginkan ambang batas itu sampai angka nol, namun ada juga yang masih menginginkan 20 persen suara di DPR.‎

”Ini tergantung kemampuan fraksi membangun argumen untuk meyakinkan fraksi lain dan kepiawaian fraksi dalam melobi fraksi yang lain untuk bersama dalam poin-poin tertentu,” jelasnya.

Anggota Pansus UU Pemilu ini menyatakan, meski akan terjadi perdebatan sengit antar parpol, ia yakin pada akhirnya terjadi titik temu yang bisa disepakti oleh semua parpol, asalkan semua punya semangat yang sama untuk menata pemerintah dengan sistem yang baik.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta DPR untuk berhati-hati dalam menyusun revisi UU Pemilu. Sebab jika melenceng dan tidak sesuai dengan konstitusi UU tersebut akan mudah digugat. ‎

“Saya hanya mengingatkan, apapun ini, kalau tidak hati-hati pasti akan digugat. Karena ini menyangkut politik. Politik artinya pembagian kue kekuasaan, yang sudah berkuasa ingin mempertahankannya,” ungkap Mahfud di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/1).

Menurut dia, salah satu poin yang rawan digugat ke MK adalah sistem pemilu dan presidential threshold. Ia mengaku, banyak yang sudah meminta dirinya untuk menjadi saksi dalam gugatan revisi UU Pemilu. Namun ia menolaknya.

“Saya sudah banyak ketemu orang. Minta saya jadi ahlilah, ikut merumuskan, agar misalnya kalau kembali ke tertutup mereka akan menggugat dan saya jadi ahlinya,” ucap dia.

“Saya katakan enggak bisa, saya mantan hakim MK enggak mau jadi saksi ahli di pengadilan. Jadi threshold (presidential threshold) sudah ada yang siap menggugat,” sambung dia.‎

Ia menilai, sistem pemilu proporsional tertutup cenderung lebih rawan gugatan. Sedangkan presidential threshold rawan gugatan jika ditetapkan angkanya. ‎”Kalau nol persen berarti semua parpol baru boleh ikut, saya kira tidak akan ada gugatan,” terang dia.‎ (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.