Oleh : Hersubeno Arief, Konsultan Media dan Politik
Masih mengikuti aksi Ahoker radikal di berbagai daerah dan belahan dunia?
Bagi Anda yang memahami dunia pewayangan, situasinya saat ini sungguh sangat mengkhawatirkan.
Tanda-tanda ancaman bakal terjadi Goro-goro disintegrasi bangsa sudah membayang di pelupuk mata.
Goro-goro dalam dunia pewayangan adalah masa di mana kekacauan terjadi dimana-mana. Nilai moral, etika, agama, dan hukum tidak berlaku.
Yang salah dianggap benar dan yang benar dianggap salah. Alam pun marah melihat ulah manusia.
Para dalang biasanya menggambarkan situasi ini dengan gunung-gunung yang meletus, lautan yang mendidih dan bergolak, langit gelap gulita dengan petir yang sambar menyambar. Sungguh sangat dramatis. Kemarahan alam akibat ulah manusia, biasanya sungguh sangat mengerikan.
Inilah sebuah episode yang disebut sebagai zaman Kolo Bendu. Atau kalau dalam ajaran Hindu disebut sebagai zaman Kaliyuga.
Sebuah zaman dimana kebaikan meredup. Tangan kanan menjadi tangan kiri. Tangan kiri menjadi tangan kanan. Semuanya menjadi terbolak-balik.
Mengapa semua itu dapat terjadi? Karena manusia ingkar terhadap ajaran Tuhan. Manusia ingkar terhadap kebenaran. Para penguasa abai terhadap keadilan. Kok dramatis benar?
Mari kita lihat tanda-tandanya. Pertama, penguasa berlaku tidak adil. Kedua, semua aturan ditabrak. Ketiga, yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar.
Penguasa yang tidak adil
Coba perhatikan berbagai aksi unjukrasa yang digelar oleh para Ahoker yang telah diradikalisasi di berbagai daerah. Mereka dengan sangat leluasa menggelar aksi sampai tengah malam.
Apakah mereka mempunyai ijin? Apakah mereka tidak melanggar batas aturan waktu unjukrasa? Apakah polisi bersikap keras dan membubarkan aksi mereka?
Bandingkan dengan berbagai Aksi Bela Islam. Mereka harus jauh hari mengajukan ijin. Lokasi tempat aksi juga dibatasi. Tidak boleh menggunakan fasilitas umum yang bisa mengganggu kepentingan publik.
Tidak boleh membawa benda yang membahayakan, termasuk bambu untuk tiang bendera. Tidak boleh unjukrasa melewati pukul 18.00, bila melewati batas waktu, polisi dengan tegas membubarkannya.
Semua aturan ditabrak
Aksi para Ahoker radikal ini menabrak semua aturan. Coba perhatikan aksi mereka di Pontianak ketika menghadang Tengku Zulkarnain salah satu pengurus MUI. Dengan bersenjata Mandau, parang kebanggaan suku Dayak mereka menyerbu sampai ke landasan pesawat.
Di Manado mereka menghancurkan ruang VIP Bandara dengan menggunakan parang dan mengejar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Utara. Mereka bahkan mengejar sampai ke landasan pacu.
Adakah massa Aksi Bela Islam yang membawa parang/golok mengejar-ngejar tokoh agama lain, menghancurkan fasilitas umum, apalagi fasilitas di Bandara?
Satu rumput pun mereka jaga jangan sampai terinjak. Sampah-sampah mereka bersihkan.
Di sejumlah kota ketika para Ahoker menggelar aksi jutaan lilin dan meninggalkan sampah serta residu lilin yang sulit dibersihkan, siang harinya umat Islam bergotong royong membersihkannya. Sungguh aksi simpatik yang sangat indah.
Yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar
Para Ahoker selama ini selalu mengklaim dirinya sebagai kelompok toleran, NKRI, Bhineka dan berbagai klaim lainnya. Benarkah mereka toleran? Benarkah mereka Bhineka? Benarkah mereka cinta NKRI?
Siapa yang menjelek-jelekan citra pemerintahan sekarang dan citra Indonesia di dunia internasional?
Hanya karena hakim menjatuhkan hukuman dua tahun penjara, ada Ahoker yang menilai Rezim Jokowi lebih buruk dari Rezim SBY. Hanya karena Ahok dihukum mereka menggelar aksi di berbagai belahan dunia.
Mereka membangun citra buruk Indonesia di dunia internasional sebagai negara yang intoleran, negara yang melanggar HAM, negara yang hukumnya tidak ditegakkan dengan benar.
Apa saja dampak ulah mereka ini terhadap pemerintahan Jokowi dan citra Indonesia di dunia Internasional?
Pertama, citra Indonesia sebagai negara yang toleran rusak. Kedua, pemerintahan Jokowi dianggap sebagai negara pelanggar HAM. Ketiga, investor akan kabur karena Indonesia tidak aman. Keempat, konflik horisontal.
Citra Indonesia sebagai negara yang toleran rusak
Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia adalah contoh negara Islam yang moderat dan bertransformasi menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Ini sungguh sebuah prestasi yang luar biasa. Islam dan demokrasi bisa berjalan berdampingan dengan baik.
Akibat framing dan labeling yang dibangun oleh Ahoker yang bekerjasama dengan kelompok-kelompok tertentu dunia internasional, citra yang dibangun dengan susah payah itu menjadi rusak.
Islam di Indonesia digambarkan sebagai Islam yang intoleran.
Siapa sesungguhnya yang intoleran? Masih ingat dengan sebuah momen yang sangat mengharukan ketika berlangsung Aksi 212?
Saat itu ada pengantin yang akan menikah di Katedral Jakarta, Laskar FPI mengawal mereka menerobos kerumunan massa. Sungguh sebuah momen toleransi yang indah dan mengharukan.
Pemerintahan Jokowi sebagai pelanggar HAM
Citra ini sedang dibangun oleh komunitas-komunitas Indonesia yang berada di dalam dan luar negeri.
Aksi yang akan mereka gelar di markas PBB di New York, aksi di Mahkamah internasional di Den Haag, Belanda targetnya menghancurkan reputasi Indonesia di dunia internasional.
Come on, karena Ahok Indonesia bisa dihukum dunia internasional telah melanggar HAM.
Mengapa? Karena Ahok adalah pejuang toleransi. Karena Ahok adalah pejuang keadilan. Karena Ahok pejuang demokrasi. Karena Ahok pejuang HAM.
Apakah mereka sadar dengan aksi semacam itu Indonesia, citra Indonesia bisa di dunia internasional hancur.
Dengan kerjasama lembaga-lembaga internasional dan komprador di dalam negeri, pemerintahan Jokowi bisa diembargo baik secara politik maupun ekonomi.
Siapa yang susah? Ya rakyat kecil di Indonesia, yang tidak tahu apa-apa. Yang akan susah adalah kalangan Cina miskin di kawasan Benteng Tangerang, di kawasan Bangka Belitung, di Singkawang, Kalbar, pedagang di Glodok yang tidak bisa pindah apalagi melarikan diri ke luar negeri. Mereka yang akan susah, menderita.
Mereka yang tinggal di luar negeri dan mungkin sudah berganti kewarganegaraan tidak akan mengalami kesusahan semacam itu. Mereka tidak akan peduli.
Mereka tidak akan peduli. Investor kabur dari Indonesia.
Akibat aksi beringas di bandara Soepadio Pontianak dan Sam Ratulangi, Manado citra Indonesia sebagai negara yang tidak aman akan menyebar ke dunia Internasional.
Apa akibatnya? Turis-turis akan enggan datang ke Indonesia. Kunjungan wisatawan manca negara anjlok. Dunia pariwisata yang susah payah dibangun dengan biaya yang tidak murah, bisa kembali ke titik nol.
Apa yang dibayangkan oleh para turis asing ketika melihat di televisi massa yang membawa mandau, golok dan parang menyerbu menghancurkan bangunan di bandara dan bisa mengejar targetnya sampai ke pintu pesawat.
SORRY Indonesia adalah negara bar bar. Negara tanpa aturan. Negara terbelakang!
Bisa dibayangkan apa yang dilakukan oleh para investor yang akan menanamkan investasinya ke Indonesia. Mereka ngeri karena tidak ada kepastian hukum di Indonesia.
Mereka ngeri karena hacker Ahoker radikal kalau ngamuk tidak peduli apapun. Semua diretas. Semua diobrak abrik termasuk situs pendidikan Saringan Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN) 2017.
Konflik horisontal
Aksi para Ahoker radikal ini bila dibiarkan terus menerus bisa mengundang konflik horisontal. Ada aksi ada reaksi. Para penentang Ahoker pasti ada batas kesabarannya.
Mereka tidak akan berdiam diri, bila aksi Ahoker radikal kian merajalela. Bisa rusak-rusakan negara kita. Ini harus segera dicegah dan tidak boleh terjadi.
Sekali lagi kita mengingatkan para Ahoker sejati, segeralah menepi. Anda sedang dimanfaatkan oleh sekelompok Oligarki yang menerapkan strategi BUMI HANGUS. Strategi tiji tibeh. Strategi kalau gua mati, semua harus mati.
Pemerintahan Jokowi juga harus segera bertindak tegas. Pak Jokowi sadarlah, kredibilitas dan citra pemerintahan Anda sedang dihancurkan secara sistematis dari dalam dan luar negeri.
Mereka bukan sekutu Anda. Mereka bukan pendukung Anda. Mereka adalah musuh nyata yang akan menghancurkan Anda. Menghancurkan bangsa dan negara yang Anda pimpin.
Segera bertindak. Jangan ada pembiaran.
Mari dukung pemerintahan Jokowi melawan kelompok-kelompok intoleran yang bekerjasama dengan kekuatan asing, mencoba menghancurkan Indonesia.
Mereka marah dan gelap mata karena agenda menyatukan KEKAYAAN dan KEKUASAAN dalam satu tangan gagal di Pilkada Jakarta.
Inilah sebuah masa yang disebut oleh sosiolog Jerman Robert Michel (1911) sebagai The Iron law of Oligarchy. Karena kompleksitas organisasi, seberapapun demokratisnya sebuah negara akhirnya berkembang menjadi Oligarki. (***)