Jakarta, Obsessionnews – Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar dengan agenda utama memilih ketua umum (ketum) di Bali Nusa Dua Covention Center telah berakhir Selasa (17/5/2016). Di luar dugaan tokoh kontroversial, Setya Novanto (Setnov), terpilih menjadi ketum, menggantikan Aburizal Bakrie (ARB).
Menurut Tri Joko Susilo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Masyarakat Peduli Indonesia (HMPI), di balik terpilihnya Setnov sebagai Ketum Golkar terdapat pertarungan besar. Ada tiga kelompok utama yang memperebutkan Golkar. Pertama, keluarga Cendana, julukan populer bagi keluarga mantan Presiden Soeharto dan pendiri Golkar yang berdomisili di Jl. Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. “Keluarga Cendana merasa sebagai pemilik Golkar yang sah dan ingin come back,” kata Tri ketika dihubungi Obsessionnews.com melalui telepon, Rabu (18/5).
Kedua, kelompok yang berkiblat ke Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Dan ketiga, kelompok yang berkiblat ke Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, dan ada indikasi juga berkiblat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kemudian pertarungan mengerucut ke faksi Ade Komaruddin (Akom) –JK dan faksi Setnov- Luhut. Tri mengatakan, kalau Akom yang menang maka JK akan memiliki pengaruh yang sangat besar di pemerintahan dan gayanya seperti di era SBY akan berulang kembali.
“Makanya ada indikasi Jokowi via Luhut mesti menahan gerakan tersebut dengan merebut posisi ketum Golkar dan memasang Setnov,” ujar tokoh organisasi kemasyarakatan (ormas) besutan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto ini.
Kondisi kasus Setnov yang diduga terlibat dalam kasus meminta saham PT Freeport yang mencatut nama Jokowi dan JK, atau yang terkenal dengan sebutan “papa minta saham”, kata Tri, maka Setnov sekarang tunduk pada Jokowi.
“Dengan kemenangan Setnov itu, maka posisi power Jokowi selaku Presiden akan semakin kuat. Apalagi Golkar telah resmi keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP), dan KMP sudah pecah berkeping- keping,” ujarnya.
Tri menganalisa ada permainan yang lebih seru lagi, yakni posisi tawar Jokowi ke PDI-P akan semakin kuat.
“Selama ini PDI-P mencoba mengendalikan Jokowi sebagai petugas. Tapi, PDI-P tidak berdaya menekan Jokowi,” katanya.
Ia menilai kekuasaan saat ini sudah semakin terpusat ke Jokowi. “Jika PDI-P bertingkah kembali menekan Jokowi untuk maju ke Pilpres 2019, maka Jokowi bisa menolak, karena dia sudah memiliki dua kendaraan, yakni Golkar dan Nasdem,” pungkasnya. (arh, @arif_rhakim)
Baca Juga:
Golkar Ditantang Juara Pilkada, Pileg dan Pilpres
Didukung Golkar Pemerintahan Jokowi Semakin Solid
Ormas Tommy Soeharto Kecewa Akom Tidak Bertarung Sampai Akhir
Jadi Ketum Golkar, Novanto Tinggalkan Jabatan Ketua Fraksi
Akom Lempar Handuk, Novanto Ketum Golkar