Fahira Idris: Tepat Anies-Sandi Tolak Reklamasi Teluk Jakarta

Jakarta, Obsessionnews.com - Anggota DPD RI Fahira Idris menyambut gembira keputusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan nelayan dan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta atas reklamasi Pulau F, I dan K. Menurut senator asal DKI Jakarta ini, hal itu seharusnya membuka mata seluruh warga Jakarta bahwa proyek reklamasi yang begitu gencar dilakukan Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bukan hanya akan menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem teluk Jakarta, dan menutup akses sosial ekonomi nelayan tradisional yang sudah berada di pesisir Jakarta selama ratusan tahun. Tetapi juga dilingkari oleh berbagai pelanggaran hukum. “Mirisnya, semua pelanggaran ini dilakukan dengan begitu leluasanya,” kata Fahira melalui siaran pers yang diterima Obsessionnews.com, Selasa (21/3/2017). Ia mengungkapkan, apa yang dilakukan para nelayan dan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, sebenarnya bukan sekadar agar nelayan bisa melaut lagi, tetapi agar kota ini terhindar dari bencana ekologis akibat kerakusan para pemodal. Apa yang diperjuangkan para nelayan sudah menyelamatkan kota dan warga Jakarta. Fahira mendukung janji kampanye pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI 2017 yang akan menghentikan reklamasi Teluk Jakarta jika terpilih. Menurutnya, hal itu adalah sikap tegas yang tepat, karena memang itulah satu-satunya solusi untuk menghentikan semua pelanggaran yang terjadi dalam proyek reklamasi. “Tolak reklamasi sudah jadi janji kerja utama Anies-Sandi jika terpilih. Harusnya Ahok-Djarot kampanyekan lanjutkan reklamasi, karena mereka sangat yakin reklamasi punya manfaat besar, bahkan menguntungkan bagi kota Jakarta dan warganya. Tetapi, anehnya dari pengamatan saya, jargon lanjutkan reklamasi tidak pernah muncul dalam kampanye mereka, apalagi jadi program utama,” tukasnya. Fahira menyakini ‘kotak pandora’ berbagai pelanggaran proyek reklamasi akan semakin terbuka jika Anies-Sandi terpilih. Berbagai dalih yang mengatakan bahwa tidak ada pilihan selain melanjutkan reklamasi karena sudah diputuskan sejak masa Orde Baru, dan klaim yang menyatakan reklamasi harus ada demi tersedianya dana membangun tanggul di sepanjang pantai dan riset pembuatan giant sea wall, apalagi klaim yang menyatakan bahwa dengan proyek reklamasi dana untuk menata kampung nelayan akan tersedia, adalah klaim yang tidak berdasar dan sangat mudah dipatahkan. Menurut Fahira, kalau gubernur tidak punya kewenangan menghentikan reklamasi, tidak mungkin Anies-Sandi berani menjadikanya sebagai janji kerja yang bakal ditagih warga. Selain itu, pembuatan tanggul yang menjadi salah satu bagian National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) /Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau yang lebih dikenal dengan nama Tanggul Laut Raksasa) fase A tidak ada hubungannya dengan reklamasi. "Kalau memang (reklamasi) akan memakmurkan nelayan, kenapa nelayan mengajukan gugatan. Logika kita sedang dibolak-balik. Reklamasi itu kaitan eratnya hanya dengan pengembang dan bisnis properti. Itu saja, tidak ada irisannya dengan kemakmuran nelayan,” tegas Wakil Ketua Komite III DPD ini. Fahira berharap dengan dengan kemenangan yang diraih nelayan ini semakin membuka mata warga Jakarta bahwa reklamasi adalah persoalan seluruh warga Jakarta bukan hanya nelayan. Warga Jakarta harus merapatkan barisan menolak reklamasi, terlebih Pemprov DKI Jakarta berencana akan mengajukan banding. “Sejak awal memang sudah ada prakondisi agar proyek reklamasi ini tidak menjadi konsumsi publik. Mungkin ini yang membuat banyak warga Jakarta tidak aware soal reklamasi. Makanya kita sangat sulit mencari dokumen-dokumen terkait reklamasi. Konsultasi publik dalam penyusunan AMDAL juga tidak dilakukan sesuai aturan, tahu-tahu izin sudah keluar dan bangunan sudah berdiri. Dan ini semua terjadi terjadi pada masa gubernur mengklaim dirinya paling transparan,” pungkas Fahira. Seperti diketahui Ahok kalah dalam sidang gugatan izin reklamasi di PTUN Jakarta, Kamis malam (16/3/2017). Dalam putusannya, hakim menyatakan menolak nota pembelaan atau eksepsi PT Jaladri. “Menyatakan pembatalan keputusan gubernur DKI nomor 2269 tahun 2016 tentang izin pelaksanaan reklamasi Pulau I,” kata Ketua Majelis Hakim Adi Budi Sulistyo di PTUN, Jakarta Timur. Majelis hakim juga memerintahkan PT Jaladri untuk menghentikan semua aktivitas reklamasi sampai adanya keputusan hukum tetap. Seperti putusan atas Pulau K dan F, majelis hakim juga mempertimbangkan substansi perkara pokok dalam sengketa Pulau I ini, yakni dampak buruk dari proyek reklamasi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pengembang dinilai tidak memperhatikan ekosistem laut. Pengembang juga tidak menyertakan masyarakat setempat dalam kajian analisis dampak lingkungan (Amdal) yang diatur dalam Pasal 30 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur partisipasi dalam kebijakan lingkungan. Majelis hakim PTUN juga membatalkan izin untuk Pulau K yang diberikan izinnya untuk PT Pembangunan Jaya Ancol dan Pulau F yang izinnya diberikan pada PT Jakarta Propertindo. Putusan majelis hakim tersebut disambut baik oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ). Menurut kuasa hukum KSTJ, Martin Hadiwinata, keputusan hakim tersebut berarti kemenangan rakyat. “Keputusan ini menunjukan kemenangan rakyat. Artinya bahwa Pemerintah memang punya diam-diam dalam reklamasi,” ujar Martin. (arh)





























