Kamis, 28 Maret 24

Breaking News
  • No items

DKI di Bawah Pimpinan Ahok Terparah Serap Anggaran

DKI di Bawah Pimpinan Ahok Terparah Serap Anggaran

Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior Politik/Pemerintahan Network for South East Asian Studies (NSEAS ), dan Alumnus  Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UGM,Yogyakarta (1982)

Sesuai Perpres No.11/2015, salah satu fungsi  Kementerian Dalam Negeri (Kepmendagri) yaitu  pengoordinasian,  pembinaan  dan  pengawasan  umum, fasilitasi, dan evaluasi atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Atas dasar fungsi ini, Kepmendagri dapat mengevaluasi penyelenggaraan  pemerintah provinsi (pemprov), pemerintah kabupaten (pemkab), dan pemerintah kota (pemko).

Pada Semester I tahun 2015, Kemendagri melaksanakan evaluasi atas penyelenggaraan puluhan pemerintah daerah (pemda) se-Indonesia.  Lalu, apa hasil evaluasi tentang penyelenggaraan Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ahok? Inilah hasilnya !

Pertama,  penyerapan anggaran Pemprov DKI Jakarta  tergolong “terendah”. Hal ini bisa dijadikan dasar penilaian kinerja Gubernur Ahok dalam urusan penyerapan anggaran daerah.   Selanjutnya Kemendagri juga menilai kinerja Pemprov DKI dari sisi penyerapan anggaran daerah sebagai “rendah”.  Persentase serapan anggaran daerah baru 22,86 persen dari total Rp. 69,2 triliun. Badan Keuangan dan Aset Daerah DKI mencatat terdapat tiga dinas  serapan anggaran “rendah”, yakni:

  1. Dinas Penanggulangan Kebakaran, baru menyerap 2,08 persen dari total anggaran Rp. 900 miliar.
  2. Dinas Perumahan dan Gedung,  baru menyerap 3,25 persen anggaran dari total Rp. 2,1 triliun.
  3. Dinas Tata Air, baru membelanjakan 3,49 persen dari Rp. 5,16 triliun.

Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, penyerapan anggaran “terendah” di Indonesia terjadi di DKI. “DKI Jakarta yang terparah”, tandasnya.

Sementara Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri, Reydonnyzar Moenek mengungkapkan serapan anggaran pemerintah Pemprov  DKI justru terbesar hanya ada di belanja pegawai. “Seharusnya belanja jasa dan modal lebih besar dibandingkan pegawai”, tegas Moenek (Harian TEMPO, 18 Agustus 2015).

Kedua, DKI Jakarta kalah jauh dari Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Hal ini  penilaian Pemerintah Pusat terhadap kinerja pemda berdasarkan pada hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD). Penilaian tersebut didasarkan pada laporan kerja formal dan bukan didasarkan popularitas semata. Karenanya, kepala daerah  populer tidak menjamin laporan penyelenggaraan pemerintah daerahnya bagus.

Ada 12 pemda  memperoleh penghargaan pemerintahan terbaik dari pemerintah pusat saat peringatan Hari Otonomi Daerah ke-20 pada tanggal 25 April 2016. Ke-12 pemda tersebut antara lain Pemkab  Kulonprogo,  Pemkab Pasaman (Sumbar), Pemkot Semarang (Jateng), dan Pemkot Probolinggo (Jatim).

Keempat daerah ini meraih penghargaan “Parasamya Purnakarya Nugraha”, yakni penghargaan tertinggi kepada pemda selama tiga tahun berturut-turut berstatus kinerja terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sementara itu, untuk kategori “Satyalancana Karyabhakti Praja Nugraha” diberikan kepada Gubernur Jawa Barat, Bupati Tulungagung (Jatim),  Bupati Nganjuk (Jatim),  Bupati Kudus (Jateng), Bupati Bintan (Kepulauan Riau), Wali Kota Probolinggo, (Jatim), Wali Kota Malang (Jatim), Wali Kota Mojokerto (Jatim).

Di mana posisi  Ahok?

Tidak termasuk di dalam satu kategoripun. Menyedihkan memang !!! Pemprov DKI  “kalah” dari Pemkab Kulonprogo. Di Kabupaten  Kulonprogo rumah “reot” warga miskin ditata diperbaiki dengan semangat gotong royong.Sebaliknya,  di Jakarta Ahok menggusur rumah warga miskin dengan semangat pro konglomerat atau pengembang.

Soal ini Mendagri Tjahjo Kumolo berujar, ada satu progam unggulan tidak dimiliki daerah lain, yakni program pemugaran rumah dengan sistem gotong royong. Bahkan, pemugaran itu, tanpa menggunakan dana ABPD. “Semangatnya gotong royong, Bupati menggerakkan masyarakat, mengorganisir masyarakat, untuk gotong royong, demi membantu sesama dan demi kemaslahatan umat,” ujar Tjahjo, 25 April 2016.

“Itu kenapa Kulonprogo unggul dibanding daerah lain. Kulon Progo ini semua ada inovasinya. Membangun rumah yang sudah kumuh, rusak untuk masyarakat,” tandas Mendagri.

Hasil evaluasi Kemendagri atas penyelenggaraan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok sesungguhnya menunjukkan kondisi memprihatinkan. Ternyata kinerja Ahok menyelenggarakan Pemprov DKI jauh di bawah Provinsi DIY dan Provinsi Jatim yang meraih predikat A. Bahkan, Ahok masih di bawah Bupati Kulonprogo, sebuah Kabupaten di DIY , sebuah daerah tergolong kondisi sosial ekonomi rakyat, kualitas aparatur SDM  dan pendapatan  sangat jauh lebih rendah ketimbang Pemprov DKI.

Mengapa Ahok tidak mampu membawa Pemprov DKI setara dengan Pemkab Kulonprogo?

Satu jawaban masuk akal dapat diajukan adalah karena “kompetensi” Bupati Kulonprogo menyelenggarakan pemerintahan daerah lebih tinggi. Banyak kerja ketimbang “omdo”.

Ke depan semoga rakyat DKI punya gubernur baru yg kelak  mampu meraih nilai sama dengan DIY dan Jatim. Tidak lagi di bawah Kulonprogo.  (*)

Baca Juga:

Kinerja Ahok Jelek di Mata BPK

Ahok Tak Mampu Laksanakan Reformasi Birokrasi

Menyoal Klaim Ahok tentang IPM

Kinerja Ahok di Mata Buruh: Ponten Merah dan Bapak Upah Murah

Ahok Tak Layak Disebut Pahlawan Anti Korupsi ?

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.