Kamis, 25 April 24

Cina Sahabat Saya Sebut Saya PRIBUMI… Saya Sebut Dia CINA… So What?!

Cina Sahabat Saya Sebut Saya PRIBUMI… Saya Sebut Dia CINA… So What?!
* Sri Edi Swasono.

Saya pribumi, saya tidak mau disebut Cina. Sahabat saya Kwa Tiong Bie mengaku Cina, tidak mau disebut pribumi. Dia tidak bisa bahasa Cina, tapi mlipis (fasih) berbahasa Jawa. Mantu-mantunya pun Cina semua.

Bicara “pribumi” atau “Cina” tidak perlu dikritik apalagi dicurigai, tidak perlu minder atau sok ketakutan dianggap merusak persatuan bangsa. Wo, wo woooo…. . Merusak persatuan jika masing-masing atau salah satu memisahkan diri (memelihara eksklusivisme kelompok) dalam pergaulan sosial, dalam pemukiman, dalam bisnis, dalam persekolahan, lupa mengutamakan “kepentingan bersama” dan hanya mengutamakan “kepentingan golongan sendiri” dan kelompoknya, serta masih saja merasa Vreemde Oosterlingen sesuai Regerings Reglement penjajah, lalu masih merasa lebih tinggi “kasta”-nya dari yang Inlader, kemudian abai terhadap tan hana dharma mangrwa sebagai konsekuensi diktum nasional Bhinneka Tunggal Ika).

Tidak apa bicara pribumi, silahkan saja, karena keberadaan pribumi adalah faktual dan riiil (das Sein und die Wahrheit). Jangan sok imaginer dan ilusif imparsial lalu self- inspiring yang delusif. Toh, masing-masing tahu siapa yang *pribumi* dan mana yang *nonpribumi* (daftar antropologis pribumi sebanyak 520 *suku bangsa utama* yang selalu saya lampirkan dalam buku-buku saya dan artikel-artikel saya jika saya bicara soal Kebangsaan dan Pancasila).

Tidak apa bicara Cina atau Tionghoa karena itu adalah faktual adanya dan riil. Kita berbeda-beda, sama2 tahu berbeda, yang tidak berarti bersikap “sara” yang diskriminatif satu sama lain.

Yang penting jawabIah “siapa Ibu Pertiwi tunggal” mu? Ibunya masing-masing anak hanya satu. Ibu Pertiwi kita *hanya satu*, Indonesia, iya kan? Ibu Pertiwi kita bukan Belanda, Amerika, Singapura, Malaysia, China, Saudi, Yaman. Siapa yang tersinggung mendengar perkataan “pribumi” jangan-jangan dia sendiri yang eksklusif-diskrtiminatif. Nasionalisme Indonesia itu pluralistik dan mulitikukturalistik. Kena apa tidak boleh sebut pribumi sebagai unsur pluralisme dan multikulturalisme Indonesia. Ayo bangkit!

Jakarta, 24 Oktober 2017
Sri Edi Swasono

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.