Sabtu, 20 April 24

Bulan Depan Harga BBM Premium Bisa Turun Rp5.500

Bulan Depan Harga BBM Premium Bisa Turun Rp5.500

Jakarta – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Jokowinomic, FX Arief Poyuono SE, memprediksi harga BBM (bahan bakar minyak) premium dalam dua bulan ke depan akan menjadi Rp5.500 per liter oleh pemerintahan Jokowi- JK.

Terkait dengan harga-harga barang dan jasa yang belum bisa turun ke harga normal setelah harga BBM diturunkan menjadi Rp7.600 per liter dari harga Rp8.500 rupiah per liter, menurut Arief, hal ini akibat stock barang dan jasa yang diproduksi pada saat harga BBM untuk sektor industri pada harga Rp9.000 per liter, belum habis terjual.

“Distributor dan retail masih harus  menghabiskan stock barang yang diproduksi saat harga BBM belum diturunkan oleh pemerintah. Hal ini normal karena mereka tentu saja tidak mau rugi besar,” tandas Arief Poyuono dalam pesan BBM-nya kepada Obsession News, Rabu (7/1/2015).

“Dan untuk sektor industri juga banyak yang melakukan hedging terhadap bahan baku saat harga minyak dunia melambung tinggi di tahun 2014 dan biaya operasional yang tinggi  sehingga ini mempengaruhi harga pokok produksi yang cukup tinggi dan harga jual yang tinggi. Akibatnya, penurunan harga BBM oleh Jokowi tidak berpengaruh terhadap harga-harga barang dan jasa di pasar,” tambahnya.

Menurut Arief, penurunan harga-harga barang dan jasa juga tidak akan terjadi disebabkan saat penurunan harga BBM diikuti dengan naiknya tarif dasar listrik dan gas Elpiji ukuran 12 kg yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Seperti tarif dasar listrik (TDL) PLN yang dinaikkan sebenarnya tidaklah relevan justru akan menyebabkan HPP industri tetap tinggi. “Sebab, sudah 32 persen lebih pembangkit listrik menggunakan bahan bakar batubara dan tinggal 20 persen yang menggunakan BBM,” ungkapnya.

Terkait kenaikan LPG ini, jelas Arief, membuktikan ketidakmampuan direktur utama Pertamina untuk bisa melakukan efisiensi cost dalam memproduksi LPG. “Sebab, hari ini harga LPG di Indonesia adalah no mor2 termahal didunia setelah Singapore,” bebernya.

Ia menambahkan, nilai Kurs US Dollar yang terus meroket dan tidak mendukung pemerintahan Jokowi juga menjadi penyebab harga-harga barang dan jasa tidak mengikuti penurunan harga BBM.

Arief memaparkan, kurs rupiah yang terus melemah terhadap semua mata uang asing khususnya US Dollar, SIN $, China Yuan, Yen Jepang dan Euro, lebih disebabkan ketakutan pasar akibat besaran utang Indonesia yang diciptakan SBY sebesar Rp2.890 triliun yang sudah  mendekati batasan utang yang ditentukan sebagai dasar penentuan besaran APBN.

Politik dalam negeri yang belum menemukan titik temu antara KMP (Koalisi Merah Putih) dan pemerintah, lanjut dia, juga menyebabkan keraguan investor luar negeri untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Apalagi, penciptaan konflik  Golkar dan PPP yang didukung oleh pemerintah membuat semakin tidak jelasnya konsolidasi antar pemerintah dan KMP.
“Sebab sampai saat ini belum ada rapat rapat untuk membahas APBNP 2015 antara pemerintah dan DPR, sehingga makin menciptakan keraguan pasar terhadap pemerintahan Jokowi,” tandasnya.

“Ditambah lagi makin jelasnya kemampuan dan kinerja para pembantu Jokowi/menteri yang kurang cocok untuk menghadapi perubahan ekonomi dunia yang bergerak cepat. Oleh sebab itu, Jokowi harus melakukan reshuffle kabinet jika ingin berhasil memerintah dan memilih pembantunya yang kompeten,” tutur Arief.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah akan menurunkan lagi harga BBM premium dan solar menyusul penurunan harga minyak dunia. Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengisyaratkan kebijakan penurunan harga BBM ini akan diputuskan pada akhir Januari 2015. “Akan turunkan, kita akan turunkan lagi harga BBM, tetapi tunggu akhir bulan,” kata Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/1).

Menurut Sofyan, harga baru BBM tersebut akan ditentukan berdasarkan rata-rata harga minyak dunia pada 25 Desember 2014 hingga 24 Januari 2015 serta mempertimbangkan kurs mata uang. “Harga rata-rata Mid Oil Platts Singapore (MOPS) pada saat itu. Faktor kedua adalah kurs, kemudian menghitung yang lain dan tentukan harganya,” jelasnya.

Sementara itu, harga minyak mentah terus menurun di pasar internasional, bahkan menyentuh di bawah US$50 per barel untuk harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan. Dalam perdagangan di London, Rabu (7/1) harga minyak mentah Brent untuk pengiriman bulan Februari ditetapkan US$49.92 per barel.

Inilah kali pertama minyak mentah dunia menyentuh harga di bawah US$50 per barel sejak Mei 2009. Harga yang berlaku sekarang 10% lebih rendah dibanding harga hari Minggu dan para analis mengatakan harga akan terus turun sebab jumlah persediaan sekarang melampui permintaan.

Seperti dilansir BBC Indonesia, beberapa analis mengatakan harga minyak mentah mungkin bisa menyentuh US$20 per barel, padahal baru Juni tahun lalu harganya mencapai US$110 setiap barel.

Harga minyak yang diperdagangkan di Amerika Serikat, yang dikenal dengan nama minyak West Texas Intermediate, telah mencapai ambang batas US$50. Tren penurunan harga minyak menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya bagi perekonomian dunia.

Negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC menolak mengurangi produksi sehingga turut mendorong penurunan harga. Dalam pertemuan November lalu, OPEC mempertahankan jumlah produksi 30 juta barel setiap hari. (Ars)

Related posts