Jumat, 19 April 24

Babak Baru Ketegangan Hubungan AS-Cina

Babak Baru Ketegangan Hubungan AS-Cina
* Hubungan AS-Cina menegang.

Texas – Amerika Serikat (AS) mulai melanggar parameter dan aturan tertentu yang berhubungan dengan status Taiwan. Tindakan ini dikhawatirkan akan mempertajam perang verbal antara AS dan Cina.

Pemerintah Cina telah meminta para pejabat Amerika untuk tidak bertemu dengan pemimpin Taiwan, tapi Senator Republik Ted Cruz dan Gubernur Texas, Greg Abbott, justru melakukan pertemuan dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen di Texas, Minggu (8/1/2017), seperti dilansir ParsToday.

Cruz mengakui bahwa beberapa anggota Kongres menerima surat dari Konsulat Cina, yang meminta mereka untuk tidak bertemu dengan Tsai selama singgah sejenak di Texas sebelum bertolak ke negara-negara di Amerika Tengah.

“Pemerintah Cina perlu memahami bahwa di Amerika kita berhak untuk menentukan dengan siapa kita akan bertemu. Jadi, mereka tidak bisa memutuskan apa yang harus dilakukan Washington,” tegas Cruz.

Slogan-slogan Presiden terpilih AS Donald Trump sepertinya mulai terlaksana dan salah satunya adalah pertemuan Cruz dengan presiden Taiwan. Selama masa kampanye, Trump mengatakan jika Cina tidak memberi konsesi kepada AS, maka Washington dengan alasan-alasan yang jelas akan menekan Beijing.

Pasca berakhirnya masa kepemimpinan Bill Clinton dari Partai Demokrat, Cina tampaknya tidak lagi dianggap sebagai ‘mitra strategis konstruktif’ Amerika, tapi menurut keterangan mantan Presiden George W. Bush, Cina merupakan rival strategis Amerika.

Sejalan dengan manuver politik dan kebijakan militer AS di wilayah Asia-Pasifik, hubungan Washington dengan Beijing juga akan dipengaruhi oleh masalah Taiwan. Pada 22 Desember 2016, Cina memperingatkan hubungan dengan AS mungkin akan bermasalah dan satu-satunya cara untuk mempertahankan hubungan yang stabil adalah dengan menghormati kepentingan inti satu sama lain.

Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, meminta Trump untuk menghormati kepentingan fundamental Cina. Menurutnya, Beijing dan Washington memiliki kepentingan mendasar di mana kedua negara harus menghormatinya dan ini adalah kunci kemenangan bagi kedua pihak.

Pada masa Clinton, AS dan Cina membuka pintu dialog dan kedua negara sepakat untuk memperkuat kerjasama di berbagai bidang tanpa merusak kepentingan mendasar satu sama lain.

AS sejak tahun 1979 mematuhi komitmennya tentang kebijakan Satu Cina dan larangan berkomunikasi langsung dengan pemimpin Taiwan, namun dalam beberapa tahun terakhir, hubungan kedua pihak dipengaruhi oleh berbagai variabel yang memperkuat rivalitas antara Washington-Beijing.

AS dan Cina berselisih dalam banyak isu di wilayah Asia-Pasifik mulai dari hubungan Jepang dengan Cina atau hubungan negara itu dengan sekutu-sekutu lain Amerika di Asia, dan masalah nuklir Korea Utara. Kedua kekuatan dunia ini tentu saja membutuhkan kerjasama untuk menyelesaikan persoalan mereka.

Dalam masalah Korea Utara, Washington menganggap Beijing tidak menerima tanggung jawab untuk meyakinkan Pyongyang agar menghentikan kegiatan nuklirnya. Sikap Cina ini tentu akan mengundang reaksi keras dari AS.

Lalu, apakah AS dapat mengabaikan semua deklarasi, kesepakatan dan protokol yang sudah ditandatangani dengan Cina terkait status Tawain?

Cina mengatakan bahwa Trump tidak punya jalan lain kecuali menerima realitas, berkomitmen dengan kebijakan Satu Cina dan memenuhi kewajiban hukum. Mantan penasihat keamanan nasional AS, Zbigniew Brzezinski dalam bukunya “Second Chance” menulis, Amerika harus selalu memisahkan Rusia dari Cina dan memperkuat kerjasamanya dengan Cina.

Lebih penting lagi, Cina pada tahun 2005 menerbitkan undang-undang yang menolak pemisahan diri Taiwan dan mengancam akan menggunakan kekuatan militer jika Taiwan mengumumkan kemerdekaan. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.