Sabtu, 20 April 24

Apakah Fatwa MUI Bertentangan dengan Hukum Positif?‎

Apakah Fatwa MUI Bertentangan dengan Hukum Positif?‎
* Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Maruf Amin.

Jakarta, Obsessionnews.com – Sering kali Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendapat kritikan dari sejumlah pihak karena fatwa-fatwa yang dikeluarkan dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat, terlalu terburu-buru dan menimbulkan kontroversi.

Namun, Ketua Umum MUI, KH Maruf Amin,  menegaskan, bahwa setiap fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tidak bertentangan dengan hukum positif yang dipakai di Indonesia atau Undang-Undang yang berada di atasnya.

Menurutnya, MUI adalah lembaga kredibel yang diakui pemerintah dan memiliki otoritas untuk memberikan fatwa berdasarkan aspirasi yang diambil dari berbagai ormas Islam yang ada di Indonesia.‎

“Jadi kalau disebutkan fatwa MUI berbenturan dengan hukum postif saya tegaskan tidak ada benturan,” kata KH Maruf Amin di Jakarta, Selasa (17/1/2017).

Hanya saja Maruf menyatakan, bahwa fatwa dalam pelaksanaannya tidak harus mengikat. Sebab, fatwa bukan undang-undang yang punya konsekuensi hukum. Fatwa hanya bersifat imbauan atau pandangan yang dimaksudkan untuk umat muslim.‎

“Jadi saya kira jelas, fatwa mengikat secara syar’i bagi tiap-tiap muslim, tetapi belum tentu dia bisa menjadi untuk dieksekusi karena belum dijadikan hukum,” ujar Rais PBNU ini.

Salah satu contoh fatwa MUI mengikat secara syar’i dan juga tarjih yang berdasarkan atas perintah Undang-undang, yaitu mengenai fatwa halal. Pemerintah dan DPR telah mengesahkan UU Jaminan Produk Halal, di mana fatwa MUI dilibatkan dalam pengujian suatu produk halal

“Menurut Undang-undang, yang menetapkan kehalalan itu adalah MUI. Itu perintah Undang-undang itu. Jadi punya kaitan dengan hukum postif karena sudah dipositivisasi. Fatwa yang sudah dipositivisasi,” ujarnya menjelaskan.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, fatwa atau sikap keagamaan MUI saat ini memiliki implikasi luas yang bisa berpotensi menimbulkan gangguan keamanaan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), serta berpengaruh kepada sistem hukum di Indonesia.

Hal ini didasarkan pada kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Di mana sikap keagamaan MUI dalam kasus tersebut menjadi salah satu pendorong aksi masyarakat melalui Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI.

“Ini menarik, di mana sikap keagamaan membuat masyarakat termobilisasi seperti aksi 411, 212, yang banyak terpengaruhi sikap MUI,” kata Kapolri. ‎

Tito mengaku tidak bermaksud menyalahkan MUI. Sebab MUI diakui oleh pemerintah. Namun, dengan merujuk aksi-aksi yang muncul belakangan, fatwa ini dikhawatirkan berdampak dan cenderung berkembang menjadi ancaman bagi keberagaman dan kebhinnekaan, bahkan berujung masalah kepada suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).‎ (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.