Jumat, 19 April 24

Amandemen 1999-2002 itu Makar atau Kudeta Konstitusi?

Amandemen 1999-2002 itu Makar atau Kudeta Konstitusi?

Oleh: Pandji R Hadinoto, Ketua GPA45/DHD45 Jakarta

Menurut rujukan formal Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan MAKAR punya beberapa arti antara lain “akal busuk; tipu muslihat”.

Lebih jauh, MAKAR diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai kejahatan terhadap keamanan negara, terutama di pasal 104, 107 dan 108, dengan ancaman hukuman mati. Pasal-pasal ini mengatur pidana kejahatan terhadap presiden dan wakilnya, dan juga ancaman pidana terhadap para penggerak makar.

Bunyi pasal 104: Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Bunyi pasal 107:
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 108
(1) Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun:
1. orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata;
2. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah dengan senjata.
(2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Sedangkan KBBI menyatakan pengertian KUDETA adalah : perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa.

Menurut situs Hukum Online, perbedaan MAKAR dan KUDETA kurang lebih sebagai berikut : secara umum, KUDETA lebih merujuk pada istilah politik sementara MAKAR merujuk pada istilah hukum.

Menurut ketentuan pasal 87 KUHP, tindak pidana MAKAR baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat MAKAR.

Kajian Fakta Yuridis
Fakta formal bahwa Risalah Paripurna MPRRI 1999-2002 terdaftar sebagai LNRI 11-14 / 13 Pebruari 2006 TANPA Pembukaan UUD 1945 menunjukkan telah terjadi peristiwa hukum
perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa atau KUDETA per rujukan KBBI dengan pengertian bahwa kekuasaan konstitusi amanat Pembukaan 1945 atas operasionalisasi Batang Tubuh Amandemen‎ 1999-2002 telah direbut oleh ketentuan2 di Batang Tubuh itu sendiri.

Fakta material/substansial, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan per amanat Pembukaan UUD 1945 dalam praktek Politik Pemilu 2004, 2009 dan 2014 telah direbut oleh politik kerakyatan langsung bukan politik kerakyatan perwakilan.

Dengan Kajian singkat di atas, jelaslah bahwa kontroversialitas dan kontraproduktivitas kiprah pemerintahan bernegara dirasakan telah menggerus kehormatan/kemartabatan , kedaulatan dan keadilan sosial serta kemandirian bangsa dan kepentingan umum masyarakat secara signifikan ‎sebagaimana terukur dari Indeks Kebahagiaan Bangsa Indonesia per Biro Pusat Statistik dan Peringkat Kebahagiaan Nasional Bruto per Perhimpunan Bangs Bangsa.

Kajian Sosial Politik
POLITIK KEHORMATAN/KEBAHAGIAAN PUBLIK INDONESIA 2711
Kinerja Politik Rezim (KPR) sebenarnya kini dapat diukur antara lain oleh 1) Kadar Kehormatan berkomitmen terhadap pengamalan Jatidiri Paripurna Nawa Pusaka Bangsa Indonesia [2004] seutuhnya [http://www.repelita.com/pusaka-bangsa-indonesia-jatidiri-paripurna/], 2) Indeks Kebahagiaan Bangsa Indonesia [Biro Pusat Statistik] dan 3) Peringkat Kebahagiaan Nasional Bruto [Perhimpunan Bangsa Bangsa]

Peristiwa-peristiwa Pergantian Politik Rezim di Indonesia sesungguhnya cerminan kiprah KPR dimaksud diatas sebagai dinamika kenegaraan yang wajar terjadi beberapa kali seperti rezim RIS 1949, rezim UUDS 1950, rezim Kembali Ke UUD 1945, rezim Orde Lama ke Orde Baru 1966, rezim Orde Baru ke Orde Reformasi 1998, yang semuanya tidak pernah disebut sebagai peristiwa MAKAR.

Demikian pula setelah hampir 2 (dua) dekade berkiprahnya UUD Reformasi (Risalah Paripurna MPRRI 1999-2002 yg terdaftar jadi LNRI 11-14 tahun 2006) yang berKPR jauh menyimpangi amanat Pembukaan UUD 1945 sehingga kasat mata kontroversial dan kontraproduktif semisal terhadap ideologi negara Pancasila‎, adalah wajar saja diaspirasikan publik kini untuk dikoreksi.

Koreksi yang mengerucut kini adalah kembali refungsikan UUD 1945 per Berita Repoeblik Indonesia Tahun II, 1946 jo Lembaran Negara Republik Indonesia No 75 tahun 1959 plus Adendum-adendum yang dibutuhkan untuk menjawab ‎ancaman, hambatan, gangguan, tantangan bernegara masa kini dan esok.

Kalau disimak dengan cerdas, maka MAKAR Konstitusi (soft coup d’etat) sebetulnya telah terjadi‎ di tahun 1999-2002 karena Risalah-risalah Paripurna MPRRI tersebut meniadakan keberadaan Pembukaan UUD 1945 per LNRI 11-14 / 2006, sehingga Amandemen 1999-2002 di-sebut2 kebablasan.

Sebagai negara hukum, wajarlah kalau anak bangsa Indonesia sebagai pemilik negeri kini beraspirasi agar dilakukan pembentukan politik hukum nasional baru berupa penyegaran konstitusional guna perbaikan Politik Kehormatan/Kebahagiaan Publik Indonesia.

Demikianlah PREPOSISI ini dibuat untuk dapat dibahas lanjut bersama secara proporsional. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.