Sabtu, 27 April 24

Ahok Nistakan Agama, Kenapa Tak Ditahan?

Ahok Nistakan Agama, Kenapa Tak Ditahan?
* Demo menuntut terdakwa dugaan penista agama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dipenjara.

Jakarta, Obsessionnews.com – Peradilan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) masih terus bergulir. Saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun dihadirkan untuk dimintai keterangannya atas kasus tersebut.

Dari persidangan Ahok yang ke-11 pada Selasa (21/2/2017) saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir, mengatakan dalam persidangan bahwa  Ahok ‘jelas menista agama Islam saat menyebutkan Al-Quran Surat Al Maidah ayat 51.

Menurut Mudzakkir, Ahok sengaja menggunakan kalimat terkait Al Maidah ayat 51 untuk kepentingan pemilihan pada Pilkada DKI Jakarta 2017. “Jelas ada kesengajaan,” kata Mudzakkir di hadapan majelis hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto.

Kesengajaan itu, tambah Mudzakkir, terindikasi karena ada pemilih yang tidak akan memilih terdakwa terkait ayat tersebut.

Ditanya majelis hakim apakah pernyataan Ahok masuk kategori penistaan agama, Mudzakkir membenarkan.”Terminologi kata-katanya sangat menodai,” ungkapnya,

Sementara itu pengacara Ahok, Gani Humphrey R Djemat mengatakan, pihaknya meyakini bahwa kliennya mengutarakan soal ayat al-Maidah ayat 51 dalam konteks “jangan percaya oknum-oknum politik” yang menggunakan ayat itu untuk menjegalnya. Dia mengingatkan bahwa ada oknum politik yang ngomong seperi itu.

“Dia (Ahok) ingatkan oknum politik itu karena tujuannya SARA,” kata Humphrey.

Selain Mudzakkir, ada saksi lain yang diajukan jaksa penuntut umum. Dia adalah Yunahar Ilyas, Wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merangkap Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020 bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh.

Sama seperti Mudzakkir, Yunahar menilai adanya unsur kesengajaan Ahok menodai agama Islam, merendahkan umat Islam, dan menghina ulama.

Jaksa penuntut umum Ali Mukartono pun mengatakan Yunahar bersaksi bukan dalam kapasitas sebagai anggota MUI  tapi sebagai wakil PP Muhammadiyah.

Meski demikian tim pengacara Ahok tetap menolak mengajukan pertanyaan kepadanya. “Kalau kita tanya, dia tidak akan memberikan objektif kan. Jadi, kalau kita tanya, kita mengakui dong. Kalau kita tanya (saksi ahli), hakim akan ambil (keterangannya) untuk memberatkan atau meringankan terdakwa,” kata Humphrey.

Sebaliknya, jika pihaknya tidak mengajukan pertanyaan kepada saksi tersebut, maka hakim bisa mengesampingkan keterangan dia. Bukan sekali ini tim pengacara Ahok menolak mengajukan pertanyaan kepada saksi ahli dari MUI. Pada sidang kesembilan dan ke-10 pun mereka  melakukan tindakan serupa.

“Kita bukan benci MUI-nya, tapi kita mau ahli itu memang dia tidak memihak. Kalau dari MUI sulit  tidak memihak, karena dia yang membuat semuanya,” kata Humphrey.

Sidang ke-11 Ahok digelar pada hari yang bersamaan dengan aksi demonstrasi 212 di depan gedung DPR. Dalam aksi tersebut, ribuan simpatisan Forum Umat Islam (FPI) menyerukan agar Ahok dipenjara atau ditahan.

Selain FPI, sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR untuk menemui Komisi III DPR. Kedatangan mereka tersebut untuk meminta kepada Komisi III segera mengambil pernah aktif bagaimana caranya meminta hakim selama proses persidangan Ahok ditahan.

Sebab, status Ahok saat ini sebagai terdakwa dalam dugaan penistaan agama. “Dia mulutnya tidak bisa dikendalikan. Selalu menista agama,” ujar Sekretaris Jenderal FUI Muhammad Al-Khaththath  di gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/2/2017).

Karena sebelum-sebelumnya ada beberapa tokoh ditahan lantaran menjadi terdakwa atas kasus yang sama. Seperti Permadi ditahan, Arswendo ditahan, Lia Aminuddin ditahan, Ahmad Musadeq ditahan. Tapi, kenapa Ahok tidak ditahan?

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyentil sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang bersikukuh mempertahankan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta meski berstatus sebagai terdakwa. Padahal, kata Hidayat, sudah ada undang-undang yang mengatur soal pemberhentian kepala daerah jika ditetapkan sebagai terdakwa.

“Kita berada di negara hukum, maka harus adil. Siapa pun yang bersalah, termasuk ada yang menistakan agama dan menjadi terdakwa,” ujarnya di Aula Siti Zaunun Muhammad Zainul Majdi, Universitas Hamzanwadi Nahdlatul Wathan, Selong, Lombok Timur, Kamis (23/2).

Kebijakan Mendagri, lanjutnya, seakan tidak mengindahkan apa yang sudah diatur dalam undang-undang. Ia mengutip pasal 83 ayat (1) UU Pemda, bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya manakala yang bersangkutan menjadi terdakwa dalam kasus pidana yang diancam dengan hukuman (paling kurang/minimal) lima tahun penjara. “Jangan sampai UU yang sudah dibuat tapi tidak dilakukan seperti di Jakarta,” kata Hidayat.

Hidayat menuturkan isi pasal yang terkandung dalam UU tersebut dengan jelas menyatakan pemberhentian sementara kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa. “Kalau inkrah ya diberhentikan total dan bisa dipenjara minimal lima tahun. Tapi kemarin Mendagri masih ngotot,” katanya menambahkan.

Ahok dijadikan tersangka terkait ucapannya yang menyinggung Al-Quran surat Al Maidah ayat 51 dalam sebuah acara di Kepulauan Seribu, pada Selasa (27/9/2016). Ketika itu calon gubernur DKI pada Pilkada 2017 ini antara lain mengatakan,“… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat Al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya?”

Ucapan pria yang beragama Kristen Protestan ini membuat umat Islam tersinggung dan melaporkannya ke polisi. Sementara itu MUI Pusat menyebut perkataan Ahok dikategorikan menghina Al-Quran dan menghina ulama yang berkonsekuensi hukum.

MUI  dalam pernyataan sikap keagamaan yang ditandatangani Ketua Umum Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Anwar Abbas pada Selasa (11/10/2016), menyebut perkataan Ahok dikategorikan menghina Al-Quran dan menghina ulama yang berkonsekuensi hukum.

Sehari sebelumnya Ahok meminta maaf kepada umat Islam. “Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung, saya sampaikan wmohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau apa,” kata Ahok di Balai Kota DKI, Senin (10/10/2016).

Meski Ahok telah meminta maaf, umat Islam tetap menuntut ia harus diproses secara hukum. Ucapan Ahok di Kepulauan Seribu menimbulkan gelombang protes di berbagai daerah di Indonesia. Di Jakarta, misalnya, berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar unjuk rasa damai yang berlabel Aksi Bela Islam (ABI)  pada Jumat (14/10/2016), ABI jilid 2 pada Jumat (4/11/2016), dan ABI jilid 3 pada Jumat (2/12/2016). (Purnomo)

Related posts

1 Comment

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.